Kelainan Koagulasi

Kamis, 29 Maret 2012



Diathesis hemoragik
Diathesis hemoragik adalah keadaan patologi yang timbul karena kelainan faal hemostasis. Dilihat dari patogenesisnya maka diathesis hemostatis hemoragik dapat digolongkan menjadi 3 yaitu :
1.      Diathesis hemoragik karena factor vaskuler
2.      Diathesis hemoragik karena factor trombosit
3.      Diathesis hemoragik karena factor koagulasi
                                                     
A.    Diathesis hemoragik karena factor vaskuler
Diathesis hemoragik karena factor vaskuler adalah penyakit – penyakit dengan kecenderungan perdarahan yang disebabkan oleh kelainan patologik pada dinding pembuluh darah. Kelainan ini dapat dibagi menjadi :
1.      Herediter
Hereditary hemorrhagic teleangiectasia. Keadaan ini bersifat dominan autosomal dengan banyak pembengkakan mikrovaskuler yangtersdilatasi , biasanya pada orofaring dan saluran pencernaan, yang mengalami perdarahan secara spontan ayau setelah trauma minor. Pengobatan local misalnya ( packing hidung) dapat mengontrol perdarahan, asam traneksamat membantu mengurangi perdarahan. Defesiensi besi kronik sering terjadi.
Sindrom Ehlers-Danlos, sindrom Marfan, dan gangguan jaringan ikat langka lainnya.
2.      Didapat , terdiri atas :
·         Purpura simpleks
·         Purpura senilis
·         Purpura alergik , terdiri atas :
a.       Sindrom Henoch – Schonlein
Penyakit ini adalah penyakit yang lebih sering dijumpai pada anak- anak akibat kompleks imun setelah infeksi akut. Timbulnya suatu Ig A – mediated vasculitis. Gejalanya berupa :
Purpura, rasa gatal, pembengkakan sendi, nyeri abdomen, dan hematuria. Biasanya bersifat self limiting , tapi kadang – kadang berkembang menjadi gagal ginjal.
b.      Purpura pada arthritis rematoid, SLE, poliarteritis nodosa dan penyakit kolage lain karena terjadinya vaskulitis.
·           Purpura karena infeksi, misalnya pada sepsis akibat infeksi meningokokus.
·           Scurvy defisiensi vitamin C yang menimbulkan kerusakan bahan interseluler (kolagen ) sehingga pembuluh darah mudah pecah, sehingg a terjadi perifollicular petechie.
·           Purpura karena steroid yang mengakibatkan atrofi jaringan ikat penyangga kapiler bawah kulit sehingga pembuluh darah mudah pecah.
                                                                                                     


B.     Diathesis hemoragik karena kelainan trombosit
Diatesis hemoragik karena kelainan trombosit dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1.      Trombositopenia, yaitu penurunan jumlah trombosit
2.      Trombopati, yaitu kelainan fungsi trombosit

Penyebab trombositopenia
Penyebab trombositopenia pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 golongan besar, yaitu :
I.       Gangguan Produksi :
1.      Depresi selektif megakariosit karena obat, bahan kimia atau infeksi virus
2.      Sebagai bagian dari :bone marrow failure” umum :
a.       Anemia aplastik
b.      Leukimia akut
c.       Sindrom mielodisplastik
d.      Mielosklerosis
e.       Infiltrasi sumsum tulang : limfoma, carcinoma
f.       Myeloma multiple
g.      Anemia megaloblastik
II.     Peningkatan destruksi trombosit :
1.      Autoimune thrombocytopenic purpura,atau idiopatic thrombocytopenic purpura (ITP)
2.      Imune tombocytopenic purpura sekunder : misalnya pada : SLE, CLL, Limfoma
3.      Alloimune thrombocytopenic purpura : misalnya neonatal thrombocytopenia
4.      Drug Induced Immune thrombocytopenia : quinine dan sulfonamide
5.      Diseminated intravascular coagulation (DIC)
III.    Distribusi tidak normal :
Sindrom hipersplenism : di mana terjadi pooling trombosit dalam lien
IV.    Akibat pengenceran (dilutional loss)
Akibat transfusi massif

PURPURA THROMBOSITOPENIK IDIOPATIK (IDIOPATHIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA = ITP)
ITP adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena itu disebut juga sebagai autoimmue thrombocytopenic purpura. Secara kilnik dibagi 2 kelompok, yaitu :
1.      ITP akut
ITP akut lebih sering terjadi pada anak, setelah infeksi virus akut tau vaksinansi, sebagian besar sembuh spontan, tetapi  5-10 % berkembang menjadi kronik (berlangsung lebih dari 6 bulan). Diagnosis sebagian besar melalui eksklusi. Jika trombosit lebih dari 20X109/l tidak diperlukan terapi khusus. Jika trombosit kurang dari 20X109/l dpat diberikan steroid atau immunoglobulin intravena.
2.      ITP kronik
ITP kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50 tahun. Perjalanan penyakit bersifat kronik, hilang timbul berbulan – bulan atau bertahun-tahun. Jarang mengalami kesembuhan spontan.
PATOGENESIS
Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi, teruma IgG. Antibody terutama ditunjukan terhadap gpIIb-IIIa atau Ib. trombosit yang diselimuti antibody kemudian di fagositi oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibatnya akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebakan komponensasi dalam bentuk peningktan megakariosit dalam sumsum tulang.
Gambaran klinik ITP, yaitu :
1.Onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa: petechie, easy bruising, menorrhagia, epistaksis atau perdarahan gusi
2.Perdarahan SSP jarang terjadi tetapi jika bersifat fatal
3.Splenomegali dijumpai pada <10% kasus.
Kelainan laboratorik
Pada ITP dapat dijumpai kelainan laboratorium berupa:
1.Darah tepi: trombosit paling sering antara 10.000-50.000/mm3
2.Sumsum tulang: jumlah megakariosit meningkat disertai inti banyak (multinuclearity) disertai lobulasi
3.Imunologi: adanya antiplatelet IgG pada permukaan trombosit atau dalam serum. Yang lebih spesifik adalah antibody terhadap gpIIb/IIIa atau gpIb.

DIAGNOSIS
Diagnosis ITP ditegakkan jika dijumpai:
1.      Gambaran klinik berupa perdarahan kulit atau mukosa
2.      Trombositopenia
3.      Sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat
4.      Antibody antiplatelet (IgG) positif, tetapi bukan suatu keharusan
5.      Tidak ada penyebabkan trombositopenia sekunder.
TERAPI
Terapi untuk ITP terdiri atas:
1.      Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan trombosit
a.       Terapi kortikossteroid
                                                                                                        i.            Untuk menekan aktivitas mononuclear phagocyte (makrofag) sehingga mengurangi destruksi trombosit.
                                                                                                      ii.            Mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit
                                                                                                    iii.            Menekan sintesis antibodi
Preparat yang diberi: prednisone 60-80 mg/hari kemudian turunkan perlahan-lahan, untuk mencapai dosis pemeliharaan. Dosis pemeliharaan sebaiknya kurang dari 15 mg/hari. Sekitar 80% kasus mengalami remisi setelah terapi steroid.
b.      Jika dalam 3 bulan tidak member respons pada kortikosteroid (thrombosit <30x109/I) atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka diperlukan:
                                                                                i.            Splenektomi sebagian besar member respons baik
                                                                              ii.            Obat-obat imunosupresif lain: vincristine, cyclophosphamide atau azathioprim.

2.      Terapi suportif, terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia
a.       Pemberian androgen (danazol)
b.      Pemberian high dose immunoglobulin untuk menekan fungsi makrofag.
c.       Transfuse konsentrat trombosit hanya dipertimbangkan pada penderita dengan resiko perdarahan major.
GANGGUAN FAAL TROMBOSIT = TROMBOSITOPENI
Pada gangguan faal trombosit maka jumlah trombosit normal, tetapi trombosit tidak berfungsi dengan baik. Kelainan ini dapat dibagi menjadi:
1.      Trombopati Herediter terdiri atas:
a.       Platelet pool storage disease
Disini dijumpai gangguan pelepasan ADP dari “dense alpha granules” sehingga menimbulkan gangguan agregasi trombosit.
b.      Thromboasthenia Glanzman
Pada kelainan ini terdapat gangguan reseptor GP IIb-IIa pada permukaan trombosit sehingga tidak terjadi agregasi trombosit. Penyakit ini diturunkan secara autosomal resesif.
c.       Sindrom Bernard-Soulier
Timbul akibat gangguan reseptor Gp Ib sehingga tidak terjadi adhesi dengan vWF, dan jaringan ikat subendoil, akibatnya tidak terjadi adhesi trombosit. Bentuk trombosit lebih dari normal. Kelainan ini diturunkan secara autosomal resentsif.
d.      Penyakit von Willebrand
Di sini tidak terbentuk vWF (factor von Willebrand) sehingga tidak terjadi adhesi platelet karena vWF berfungsi menghubungkan kolagen dengan Gp Ib dan GP IIIa dan berkurang-nya F.VIIIC dalam darah). Penyakit von Willebrand merupakan gabungan trombopati dengan kelainan koagulasi.

2.      Bentuk didapat (acquired thrombopathy) terdiri atas:
a.       Akibat terapi aspirin yang mengakibatkan gangguan sintesis thromboxane A2 sehingga mencegah agregasi trombosi,
b.      Hiperglobulinemia, seperti mencegah pada myeloma multiple dan makroglobulinemia Waldenstrom, dimana para protein akan menyelimuti trombosit yang akan mengganggu faal trombosit,
c.       Kelainan mieloproliferatif,
d.      Gagal ginjal kronik(uremia),
e.       Penyakit hati menahun.

PENYAKIT VON WILLEBRAND=VON WILLEBRAND’S DISEASE (VWD)
Penyakit von Willebrand timbul karena sintesis vWF menurun, di mana fungsi factor von Willebrand (vWF) adalah:
1.      Menunjang adhesi trombosit pada matrik subendotil karena vWF memperantai ikatan GpIIb dan GpIIa pada permukaan trombosit dan jaringan kolagen.
2.      Sebagian karier protein dari F VIIIC dalam darah
Gangguan struktur atau sintesis vWF mengakibatkan :
a.       Gangguan adhesi trombosit
b.      Menurunnya aktivitas EVIIIC dalam plasma


KLASIFIKASI  vWD
 vWD dapat digolongkan menjadi 3 tipe, yaitu:
1.      Type I penurunan sintesis vWF,
2.      Type II a-gangguan sintesis multimer vWF besar dan sedang
  II b-pembentukan multimer vWF besar yang abnormal sehingga cepat dikeluarkan dari darah,
3.      Type III-sintesis vWF sama sekali tidak ada.

MANIFESTASI KLINIK
Di Negara Barat vWD relative sering dijumpai, diperkirakan mengenai 1% penduduk dunia, tetapi di Indonesia belum banyak dilaporkan. Penyakit ini diturunkan secara atosomal dominan. Manifestasi kliniknya adalah perdarahan sedang, epistaksis sejak kecil, menorrhagi, perdarahan dari luka, ekstraksi gigi, atau postoperasi, perdarahan besar, hematom, tetapi perdarahan sendi jarang dijumpai.
KELAINAN LABORATORIUM
Pada vWD kelainan laboratorium dapat dijumpai dalam bentuk,seperti:
1.      Waktu perdarahan memanjang.
2.      APTT sedikit meningkat.
3.      Ristocetin induced platelet aggregation test negative , kecuali pada type IIb
4.      Elektroforesis: vWF menurun pada tipe I atau nol pada tipe III
5.      Imunoelektroforesis: multimer besar sedang meningkat pada IIb.
TERAPI
Pengobatan untuk vWD adalah:
1.      Infus Desmopressin (DDAVP) yang dapat melepaskan vWF dari cadangan dalam endotil.
2.      Terapi ganti dengan “single donor cryoprecipitate”, jangan memakai EVIII concentrate.
3.      Dapat juga diberikan epsilon aminocaproic acid atau asam traneksamat
Diagnosis Diferensial dengan Hemofili
Penyakit von Willebrand harus dibedakan dengan hemophilia A atau B, Dimana pada vWD:
1.      Waktu perdarahan memanjang
2.      Ristocetin test negative
3.      Kadar vWF menurun




C.     Diathesis hemorrhagic karena kelainan koagulasi  
·          
HEMOFILI A dan B
Hemofili A dan B merupakan gangguan faal  koagulasi herediter yang paling sering dijumpai disamping penyakit von Willebrand. Insiden penyakit ini adalah 1-2 per 10.000 penduduk/tahun. Hemofili A merupakan 85%, sedangkan hemofili B merupakan 15% kasus hemofili.
PATOGENESIS
Dasar pathogenesis, yaitu:
1.      Hemofilia A  disebabkan oleh defesiensi F.VIII clotting activity (F.VIIIC) dapat karena sintesis menurun atau pembentukan F.AIII. C dengan stuktur abnormal.
2.      Hemophilia B disebabkan karena defesiensi F.IX .
F.VIII diperlukan dalam pembentukan tenase complex yang akan mengaktifkan F X. Defisiensi F VIII mengganggu jalur intrinsic sehingga menyebabkan berkurangnya pembentukan fibrin. Akibatnya terjadlah gangguan koagulasi. Hemofili diturunkan secara sex-linked recessive. Lebih dari 30% kasus hemofili tidak disertai riwayat keluarga, mutasi timbul secara spontan.

DERAJAT PENYAKIT
Derajat penyakit hemofili ditentukan oleh kadar factor VIII atau factor IX dalam darah:
1.      Berat (severe: aktivitas F.VIII/F.IX  <1% normal akan timbul gejla klinik berat;
2.      Sedang (moderate): aktivitas F.VIII/F.IX antara 1-5%;
3.      Ringan (mild): aktivitas F.VIII/F.IX antara 5-30%.
GEJALA KLINIK
Gejala kilinik hemofili A dan hemofili B tidak dapat dibedakan. Hemofili dijumpai pada anak laki-laki, sedangkan anak wanita sebagian besr sebagai karier. Gejla klinik dapat ditimbulkan berupa:
1.       Perdarahan sejak kecil: perdarahan saat sirkumsisi, pencabutan gigi, atau luka postrauma;
2.      Perdarhan spontan sering terjadi terutama perdarhan sendi (haemarthros). Perdarahan sending berulang-ulang menyebabkan kerusakan sendi (anklylose) dan gangguan berjalan. Perdarhan otot dan hematoma juga sering terjadi.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium untuk kasus hemofili adalah:
1.      Tes Penyaring
APTT memanjang, sedangkan waktu perdarahan, PPT dan waktu thrombin normal.  APTT dapat tidak menajang (normal) pada kasus hemofili ringan

Ø  Tes konfirmatif terdiri atas :
a.       Pengukuran kuantitatif F.VII dan F.IX
b.      Jika F.VIII defesiensi maka dilanjtukan dengan pemeriksaan factor von Willebrand

Ø  Pemeriksaan pada karier wanita juga menunjukan F.VIIC menurun (50%)

Diagnosis deferensial
Diagnosis banding perlu dilakukan untuk membedakan hemofili A , hemofili B dan penyakit von Willebrand, seperti terlihat pada tabel berikut :

Hemofili A
Hemofili B
Penyakit von Willebrand
1.      inheritance
Sex linked
Sex linked
Autosomal dominan (inkomplit)
2.      tempat perdarahan
Otot,  sendi
Otot, sendi
Mukosa ,luka kulit
3.      bleeding time
normal
normal
Memanjang
4.      PPT
Normal
normal
Memanjang
5.      APTT
memanjang
memanjang
Memanjang
6.      F.VIIIC
rendah
normal
Normal
7.      F.VIII:AG (vWF)
normal
normal
Rendah
8.      F.IX
normal
rendah
Normal
9.      Tes ristosetin
normal
normal
Negatif

Pengobatan
Pada prinsipnya pengobatan hemofili bersifat multidisiplin, dilakukan oleh ahli klinik (pediatric atau interna), patologi klinik, ahli rehabilitasi medic, ortopedik dan ahli psikologi. Modalitas terapi terdiri atas :
1.      Pemberian F. VIII untuk hemofili A dan F. IX untuk hemofili B selama hidup
2.      Pencegahan kecacatan dengan pendidikan kesehatan
3.      Rehabilitasi bila terjadi kerusakan sendi
Untuk terapi, preparat yang dapat dipakai adalah :
1.      Cryoprecipitace mengandung F.VII, vWF, fibrinogen, F.XIII
2.      Lyophilized F.VIII komersial – dibuat dari pool donor (2000 – 5000 orang) bahaya penularan hepatitis dan  HIV AIDS
3.      Lyophilized F.XI – prothombin complex concentrate mengandung semua semua vitamin K – dependent factors
Pemberian Desmopresin (DDAVP)
Pada hemofili ringan , DDAV dapat mengeluarkan cadangan V.IIIR:AG (factor von Willebrand) untuk mnegurangi kebutuhan F.VIII. Perawatan dan rehabilitasi diberikan berupa berikut :
1.      Perwatan sendi untuk mencegah terjadinya ankilosis
2.      Perawtan gigi
3.      Pendidikan kesehatan untuk menghindari trauma seminimal mungkin, serta hindari penberian injeksi inraseluler
4.      Hindari pemberian aspirin

·         Gangguan koagulasi didapat (acquired coagulation disorders)
Yang termasuk kelompok ini adalah :
1.      Defisiensi vitamin K
2.      Gangguan perdarahan penyakit hati
3.      Disseminated intravascular coagulation (DIC)
4.      Kelainan akibat timbulnya antibody terhadap factor pembeku

Defisiensi vitamin K
Kekurangan vitamin K akan mengganggu vitamin K – dependent factors : prothombin, F.VII, F.XI dan F. X sehingga menyebabkan gangguan pada kasdase koagulasi, terutama pada extrinsic pathway dan common pathway. Penyebab defisiensi vitamin K yaitu :
1.      Penyediaan vitamin K tidak adekuat
·         Penderita dengan nutrisi tidak adekuat
·         Penderita memakai antibiotika jangka panjang sehingga membunuh flora normal
2.      Absorbsi terganggu
·         Ikterus obstrukiva
·         Kelainan usus dengan steatorrhea
3.      Fungsi vitamin K dihambat oleh antikoagulan
Kelainan laboratorium
Pada defisiensi vitamin K dijumpai gangguan fungsi protombin, F.VII, F.XI dan F.X sehingga
memberikan manisfestasi laboratorik berupa :
1.      PPT memanjang
2.      APTT normal
3.      Prothombin time normal
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan jika ada kecurigaan klinik, lakukan pemeriksaan PPT kemudian beri 25 mg vitamin K subkutan. Dilakukan pemeriksaan ulang PPt setelah 24 jam. Jika PPT mendekati normal maka diagnosis defisiensi vitamin K dapat dibuat.
Terapi
Jika terdapat perdarahan yang membahayakan maka berikan 25 mg vitamin K1 intravena perlahan – perlahan. Juga diberika transfuse plasma segar atau fresh frozen plasma.


0 komentar:

Posting Komentar