ASAL USUL PATOGENITAS DAN QUORUMSENSING

Minggu, 29 April 2012

A.         Patogenitas
Patogenitas adalah kemampuan mikroba untuk menyebabkan suatu penyakit pada organisme inang. Mikroba mengekspresikan patogenitasnya melalui virulensi, sebuah istilah yang mengacu pada tingkat patogenitas mikroba. Tingkat virulensi berbanding lurus dengan kemampuan organisme menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ke tubuh inang, mekanisme pertahanan inang, dan faktor virulensi bakteri. Secara eksperimental virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan kematian, sakit, atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi.
Patogenitas meliputi toksigenitas dan daya invasi. Toksigenitas kemampuan mikroorganisme menghasilkan toksin yang memberi kontribusi pada terjadinya penyakit. Toksin yang dihasikan oleh bakteri secara umum digolongkan menjadi dua kelompok eksotoksin dan endotoksin.

Eksotoksin
Endotoksin


Disekresikan oleh sel hidup, konsentrasi tinggi dalam medium cair.




Dihasilkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif

Polipeptida dengan berat molekul 10.000-900.000.


Relatif tidak stabil, toksisitas sering hilang dengan cepat melalui pemanasan pada temperature di atas 60°c.

Sangat antigenic, merangsang pembentukan antitoksin titer tinggi. Antitoksin menetralisir toksin.



Diubah menjadi toksoid yang bersifat antigenic dan nontoksin oleh formalin, asam, panas,dll. Toksoid digunakan untuk imunisasi (missal, toksoid tetanus).

Sangat toksik, fatal bagi hewan dalam jumlah mikrogram atau kurang.


Biasanya berikatan dengan reseptor spesifik pada sel.


Biasanya tidak menimbulkan demam bagi host.


Sering dikontrol oleh gen ekstrakromosom (misal, plasmid).

Bagian integral dinding sel bakteri garam negative. Dilepaskan saat sel mati dan sebagian salama pertumbuhan. Mungkin tidak perlu dilepaskan untuk menimbulkan efek biologis.

Hanya ditemukan dalam bakeri gram negatif.

Kompleks lipopolisakarida. Bagian lipid A yang kemungkinan yang menyebabkan toksisitas.

Relatif stabil, tahan panas pada temperature di atas 60°c selama berjam-jam tanpa kehilangan toksisitasnya.

Imunogenik lemah, antibodi bersifat antitoksik dan protektif. Hubungan antara titer antibodi dan perlindungan dari penyakit kurang jelas dibandingkan dengan eksotoksin.

Tidak diubah menjadi toksoid.





Toksik sedang, fatal bagi hewan dalam jumlah puluhan sampai ratusan mikrogram.

Reseptor spesifik tidak ditemukan pada sel.


Biasanya menimbulkan demam bagi host dengan melepaskan interleukin-1 dan mediator lain.

Sintesis dikendalikan oleh gen kromosom.

Daya invasi disebabkan oleh faktor-faktor yang berperan dalam proses invasi yaitu:
1.      Enzim perusak jaringan
Enzim perusak jaringan yang paling khas adalah enzim dari C perfringens, Staphylococcus aureus, streptococcus group A dan dalam jumlah yang lebih sedikit, bakteri anaerob. Peran enzim perusak jaringan pada patogenitas infeksi tampak jelas tetapi sulit dibuktikan, terutama untuk enzim-enzim tertentu. Contoh enzim perusak jaringan hialuronidase, kolagenase,neuminidase, streptokinase, staphylokinase, hemolicin, fosfolipase,  lesitinase, dan sitolisin.
2.      Protease  IGA1
Protease IgA1 merupakan faktor virulensi yang penting untuk pathogen N gonorrhoeae,N meningitidis, H influenza, dan S pneumonia. Enzim-enzim ini juga dihasilkan oleh beberapa strain prevotella melaninogenica, beberapa streptococcus yang dihubungkan dengan penyakit gigi, dan beberapa strain spesies lain yang kadang-kadang menyebabkan penyakit. Spesies nonpatogenik dari genus yang sama tidak mempunyai gen-gen yang menyandi enzim ini dan tidak menghasilkannya. Produksi protease enzim ini dan menghasilkannya.


B.          Patogenesis
Patogenesis adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit.
Patogenesis infeksi oleh bakteri mencakup awal mula proses infeksi dan mekanisme timbulnya tanda dan gejala penyakit. Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Ciri khas bakteri yang bersifat patogen adalah mempunyai kemampuan melekat pada sel inang, menginvasi sel inang dan jaringan, toksigenisitas, dan mampu menghindari system imun inang. Banyak  infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sering dianggap patogen tidak menunjukkan gejala dan besifat asimtomatik.
Kadang-kadang sulit dibuktikan bahwa suatu spesies bakteri spesifik merupakan penyebab penyakit tertentu. Pada tahun 1884, Robert Koch mengajukan serangkaian postulat yang telah digunakan secara luas untuk menghubungkan denga penyakit tertentu. Postulat Koch tetap menjadi bagian utama mikrobiologi, sejak akhir abad 19, banyak mikroorganisme yang tidak memenuhi kriteria postulat, tetapi terbukti menyebabkan penyakit.
Analisis infeksi dan penyakit melalui penggunaan prinsip-prinsip seperti postulat Koch menyebabkan bakteri digolongkan menjadi bakteri patogen, patogen oportunistik, atau nonpatogen. Agen penyebab penyakit adalah bakteri patogen yang menyebabkan suatu penyakit (contoh bakteri Salmonella sp). Patogen oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai patogen ketika mekanisme pertahanan inang diperlemah (contoh bakteri Escherichia coli menginfeksi saluran urin ketika sistem pertahanan inang diperlemah). Nonpatogen adalah bakteri yang tidak pernah menjadi patogen. Namun bakteri nonpatogen dapat menjadi patogen karena kemampuan adaptasi terhadap efek mematikan terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan mekanisme resistensi. Contohnya, bakteri tanah Serratia marcescens yang semula nonpatogen, berubah menjadi patogen yang menyebabkan pneumonia, infeksi saluran urin, dan bakteremia pada inang yang diperlemah.

Proses infeksi
Begitu masuk kedalam tubuh, bakteri harus melekat atau menempel pada sel inang, biasanya sel epitel. Setelah menempati tempat infeksi primer, bakteri-bakteri memperbanyak diri dan menyebar secara langsung ke aliran darah melalui jaringan atau sistem limfatik. Infeksi tersebut (bakteremia) dapat bersifat sementara atau persisten. Bakteremia memungkinkan bakteri menyebar luas dalam tubuh dan mencapai jaringan yang cocok untuk multiplikasinya.
Pneumonia yang disebabkan oleh Pneumococcus merupakan suatu contoh proses infeksi. Streptococcus pneumoniae dapat dibiakan dari nasofaring pada 5-40% orang sehat. Kadang-kadang Pneumococcus dari nasofaring teraspirasi ke dalam paru ; aspirasi terjadi paling sering pada orang yang lemah dan dalam keadaan koma ketika refleks muntah dan batuk yang normal berkurang. Infeksi berkembangdalam ruang udara terminal paru pada orangyang tidak mempunyai antibodi protektif terhdap jenis polosakarida kapsular pneumococcus. Multiplikasi pneumococcus dan peradangan yang terjadi menyebabkan pneumonia. Pneumococcus memasuki limfatik paru dan bergerak ke aliran darah, antara 10-20% orang dengan pneumonia yang disebabkan oleh pneumococcus dapat menyebar ke tempat infeksi sekunder (misal, cairan serebrospinalis, katup jantung, dan ruang sendi). Komplikasi utama pneumonia yang disebabkan oleh pneumococcus  adalah meningitis, endokarditis, dan artritis septik.

C.            Quorumsensing
Kehidupan bakteri tidak sesederhana yang kita pikirkan. Bahkan seperti manusia, bakteri juga bisa bermasyarakat dengan bakteri lain yang sejenis, dan bahkan dari jenis yang berbeda. Mereka berinteraksi satu sama lain, bisa mengukur populasi bakteri yang lain, dan hidup menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dalam arti bermetabolisme, bergerak, berperilaku berbeda tergantung bakteri lain yang ada di sekitarnya. Hal ini dikarenakan bakteri dilengkapi dengan sistem signalling. Setiap individu bakteri terus-menerus memancarkan molekul signal, yang dapat dideteksi oleh bakteri lain di dekatnya. Signal-signal ini memungkinkan bakteri untuk menentukan sel bakteri apakah yang ada di sekitar mereka dan apa yang mereka lakukan. Selanjutnya signal-signal ini digunakan sebagai alat koordinasi untuk melakukan suatu proses tertentu. Proses inilah yang dinamakan Quorum Sensing.
Mekanisme ini pertama kali ditemukan pada bakteri laut Vibrio fischeri  ( Nealson et al, 1970. ) dan dianggap dibatasi hanya sejumlah spesies. Kemudian, sistem yang sama ditemukan  pada bakteri lainnya seperti bakteri gram negatif dan positif.
Bakteri secara konstan akan bermetabolisme dan secara kontinyu mengeluarkan senyawa kimia dari dalam selnya, senyawa inilah yang dijadikan sinyal oleh bakteri lain untuk berinteraksi dan mengambil keputusan bagaimana mereka beraktifitas di lingkungan tersebut. Senyawa yang berfungsi sebagai sinyal tersebut dikenal dengan istilah autoinducer atau sumber lain menyebutnya pheromone. Konsentrasi autoinducer akan bertambah ketika populasi bakteri semakin banyak, pertambahan konsentrasi autoinducer, pada ambang tertentu bisa membuat bakteri merubah ekspresi gen sehingga pada akhirnya merubah perilaku hidup bakteri tersebut. Perubahan pola hidup yang terjadi akibat sinyal dari autoinducer itu sangat beragam, perubahan ekspresi gen bisa membuat bakteri merubah aktifitas fisiologisnya, seperti; bersifat simbiosis, virulensi, kompetisi, melakukan konjugasi, memproduksi antibiotik, perubahan tingkat motilitas, sporulasi, dan pembentukan biofilm.

Sejauh ini, penelitian telah membuktikan bahwa bakteri gram positif dan negatif mempunyai bentuk autoinducer yang berbeda. Bakteri gram positif menggunakansenyawagolongan“oligo peptida” untuk berkomunikasi, sedangkan bakteri gram negatif menggunakan acylated homoserinelactones” sebagai autoinducer.
Bagi bakteri patogen, quorum sensing ini bisa membahayakan sel atau tubuh inangnya. Ketika populasi bakteri patogen berkembang sampai level tertentu, konsentrasi autoinducer juga akan bertambah, sehingga pada level ambang batasnya, autoinducer ini bisa merubah regulasi genetik bakteri patogen yang tadinya dalam tahap laten berubah sifat menjadi sangat virulen. Hal inilah yang bisa menyebabkan tubuh inang sakit dan bahkan mati.
Dalam dunia kesehatan, bagi kita mungkin hal ini tidak aneh lagi, karena kita sering sekali sakit karena infeksi bakteri patogen. Sebenarnya bakteri tersebut sudah berada dalam tubuh kita, namun dalam jumlah sedikit, mereka tidak berbahaya, namun ketika perkembang biakannya pesat, dalam jumlah populasi bakteri yang optimal dan dengan konsentrasi autoinducer yang tepat dapat merubah bakteri menjadi bersifat patogen yang sangat berbahaya bagi tubuh kita.
Contoh kasus, dalam P.aeruginosa. P.aeruginosa merupakan bakteri gram negative yang bersifat Opportunistic pathogen, artinya dalam jumlah sedikit, tidak berbahaya, namun dalam jumlah yang besar, dapat bersifat patogen. Untuk mempertahankan diri dari perubahan lingkungan, P.aeruginosa membentuk formasi biofilm yang terdiri dari banyak sel P.aeruginosa.

Bakteri memiliki reseptor HSL (homoserine lactone) yang dapat mendeteksi HSL yang disekresikan bakteri pertama. HSL ini adalah inducer. Setelah terjadi binding reseptor dengan HSL terbentuk kompleks receptor-inducer yang akan mengaktivasi transkirpsi gen HSL sehingga terbentuk inducer HSL yang baru yang disekresikan sel ke luar. HSL dengan konsentrasi yang tinggi menyebabkan densitas sel menjadi tinggi sehingga formasi biofilm terbentuk.
Gen yang terlibat dalam pembentukan HSL pada P.aeruginosa adalah LasR dan LasI. LasR adalah transcriptional activator, sementara LasI adalah autoinducer synthase.
                                 

DAFTAR PUSTAKA

(10 maret 2012 13.10 )
(14 maret 2012 11.00)

0 komentar:

Posting Komentar