Staphylococcus aureus

Minggu, 13 Mei 2012
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
 Staphylococcus merupakan penyebab penting penyakit pada manusia. Dalam keadaan normal terdapat di saluran pernafasan atas, kulit, saluran cerna dan vagina. Staphylococcus dapat dihembuskan dari saluran pernafasan atas pada waktu bersin, benda-benda mati, debu dinding dan lantai ruangan dapat menjadi sumber penularan ke orang lain. Staphylococcus dapat ditularkan melalui tangan pengidap yang bergejala. Pegawai di rumah sakit adalah yang terutama paling mungkin menularkan cara ini. Orang yang sehat juga dapat menyebarkan Staphylococcus ke kulit dan pakaiannya sendiri dengan cara bersin atau melalui tangan yang terkontaminasi.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang bersifat patogen. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini biasanya timbul dengan tanda – tanda khas yaitu peradangan, nekrosis, dan pembentukan abses. Staphylococcus aureus bertanggung jawab atas 80% penyakit supuratif dengan permukaan kulit sebagai habitat alaminya. Infeksi kulit dan luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat infeksi sistemik. Infeksi oleh bakteri menimbulkan peradangan disertai rasa sakit dan terjadi supurasi sehingga perlu adanya suatu tindakan untuk mengeluarkan pus tersebut dan membatasi pertumbuhan serta penyebaran bakteri.
Infeksi Staphylococcus aureus dapat sendi pada tingkat yang berat. Sendi prostetik menempatkan seseorang pada risiko tertentu untuk arthritis septik, dan endokarditis staphylococcal (infeksi pada katup jantung) dan pneumonia, yang dapat dengan cepat menyebar.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri.

 
Gambar : Staphylococcus aureus
Taksonomi :
Domain           : Bacteria
Kingdom         : Eubacteria
Phylum            : Firmicutes
Classis             : Bacilli
Ordo                : Bacillales
Famili              : Staphylococcaceae
Genus              : Staphylococcus
Spesies            : Staphylococcus aureus

B.     Patogenisitas
Sebagian bakteri Staphylococcus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S. aureus yang patogen bersifat invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu meragikan manitol.
Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik.
Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena, trombosis, bahkan bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru
Kontaminasi langsung S. aureus pada luka terbuka (seperti luka pascabedah) atau infeksi setelah trauma (seperti osteomielitis kronis setelah fraktur terbuka) dan meningitis setelah fraktur tengkorak, merupakan penyebab infeksi nosokomial.
Keracunan makanan dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin dari S. aureus. Waktu onset dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan adalah 1,0 μg/gr makanan. Gejala keracunan ditandai oleh rasa mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai demam.
Sindroma syok toksik (SST) pada infeksi S. aureus timbul secara tiba-tiba dengan gejala demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam, dan hipotensi, dengan gagal jantung dan ginjal pada kasus yang berat. SST sering terjadi dalam lima hari permulaan haid pada wanita muda yang menggunakan tampon, atau pada anak-anak dan pria dengan luka yang terinfeksi staphylococcus. S. aureus dapat diisolasi dari vagina, tampon, luka atau infeksi lokal lainnya, tetapi praktis tidak ditemukan dalam aliran darah.

C.     Perbenihan
            Untuk membiakkan Staphylococcus diperlukan suhu optimal antara 28-380C,atau sekitar 350C. Apabila bakteri tersebut diisolasi dari seorang penderita,suhu optimal yang diperlukan adalah 370C. pH optimal untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 7,4. Pada  umumnya Staphylococcus dapat tumbuh pada medium-medium yang biasa dipakai di laboratorium bakteriologi misalnya sebagai berikut,
1.      Nutrient Agar Plate (NAP)
Medium tersebut penting untuk mengetahui  adanya pembentukan pigmen dan Staphylococcus aureus akan membentuk pigmen berwarna kuning emas. Koloni yang tumbuh berbentuk bulat, berdiameter 1-2 mm, konveks dengan tepi rata,permukaan mengkilat dan konsistensinya lunak.
2.      Blood Agar Plate (BAP)
Medium tersebut dipakai secara rutin. Koloninya akan tampak lebih besar, dan pada galur yang ganas biasanya memberikan hemolisa yang jernih disekitar koloni yang mirip dengan koloni Streptococcus β-hemolyticus.
Pada umumnya untuk membiakkan Staphylococcus aureus, perlu medium yang mengandung asam amino dan vitamin-vitamin, misalnya threonine, asam nikotinat, dan biotin. Untuk isolasi primer dari infeksi campuran, terutama yang berasal dari tinja atau luka-luka, perlu medium yang mengandung garam NaCl konsentrasi tinggi misalnya 7,5% atau medium yang mengandung polimiksin (Polimiksin Staphylococcus Medium). Pembentukan pigmen paling baik apabila dieramkan pada suhu kamar (200C). Pigmen ini mempunyai sifat-sifat :
-          Mudah larut dalam alcohol, eter, dan benzene.
-          Termasuk bahan yang bersifat lipokrom.
-          Tetap tinggal dalam koloi bakteri.
-          Tidak berdifusi ke dalam medium.
Hubungan antara warna pigmen dengan patogenitas tidak selalu tetap. Sebagai contoh Staphylococcus aureus yang menghasilkan pigmen warna kuning emas tidak selalu menghasilkan tes koagulase yang positif, tetapi kadang-kadang menghasilkan koagulase yang negative. Pigmen kuning emas ini tidak terbentuk pada keadaan anaerob dan juga tidak terbentuk pada perbenihan cair.
D.    Daya tahan
Diantara bakteri yang tidak membentuk spora, Staphylococcus adalah yang paling tahan terhadap bahan-bahan kimia, sehingga galur Staphylococcus tertentu digunakan untuk standar tes evaluasi bahan-bahan antiseptika atau antibiotika, misalnya Staphylococcus aureus ATCC 29213. Dalam suhu kamar pada agar miring atau keadaan beku, bakteri tersebut dapat hidup sampai beberapa bulan, sedangkan dalam keadaan kering pada pus dapat hidup 14-16 minggu, relative tahan terhadap pemanasan 600C selama 30 menit. Daya tahan terhadap bahan-bahan kimia bervariasi, misalnya dalam fenol 2% mati dalam waktu 15 menit, sedangkan dalam hydrogen peroksida 3% mati dalam waktu 3 menit dan dalam tincture iodii, mati dalam  waktu 1 menit.
Beberapa galur dari Staphylococcus aureus menghasilkan enzim penisilinase sehingga resisten terhadap golongan obat penisilin, tetapi biasanya masih peka terhadap golongan penisilin yang tahan terhadap penisilinase, misalnya metisilin dan oksasilin. Namun demikian, juga telah dikenal galur Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin yang disebut Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Galur ini sering menimbulkan masalah di klinik karena sifatnya yang resisten terhadap berbagai antibiotika golongan β-laktam, tetapi biasanya masih peka terhadap vankomisin atau golongan aminoglikosida.
E.     Reaksi biokimia
Semua galur dapat meragikan gula-gula sederhana (glukosa, laktosa, sukrosa dan lain-lain) dan dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Staphylococcus aureus dapat meragikan manitol. Untuk mengetahui sifat fermentasi terhadap manitol digunakan Manitol Salt Agar (konsentrasi garam NaCl 7,5-10%) dengan melihat adanya daerah terang (halo) yang berwarna kuning disekitar koloni Staphylococcus aureus.
F.      Struktur antigen
Rantz menemukan suatu antigen pada gram positif coccus dan gram negative batang. Antigen Rantz ini didapat dengan cara ekstraksi dari Staphylococcus galur tertentu menggunakan losozim. Sensitisasi sel darah merah dengan antigen ini dapat menimbulkan pembentukan hemaglutinin dalam serum. Staphylococcus aureus mengandung Ag-Karbohidrat (Ag-KH) dan Ag-protein. Pada strain yang pathogen ditemukan Ag-KH tipe A, apabila Ag-KH tipe A disuntikkan secara intradermal pada penderita yang terinfeksi Staphylococcus akan memberikan reaksi hipersensitif tipe segera(intermediate type) dalam 20-30 menit berupa wheal dan eritema.
Sebagian besar bakteri Staphylococcus aureus pada dinding selnya mengandung suatu komponen yang disebut protein A. Protein A ini memiliki berat molekul sekitar 13.000 Da berikatan dengan peptidoglikan secara kovalen. Protein A dapat dikeluarkan ke dalam medium dan juga dapat berikatan dengan fragmen Fc dari immunoglobulin. Berdasarkan sifat ini, Staphylococcus aureus dapat dipakai untuk membantu identifikasi, karena fragmen Fab yang bebas dapat berikatan dengan antigen yang spesifik.


G.    Metabolit bakteri
Staphylococcus menghasilkan bahan metabolit yang dapat diklasifikasikan dalam tiga bentuk, yaitu : metabolit non-toksin, eksotoksin, dan enterotoksin.
1.      Metabolit non-toksin
a.       Antigen permukaan (materi kapsul)
Fungsi dari antigen kapsul adalah mencegah fagositosis, mencegah reaksi koagulase, dan mencegah melekatnya bekteriofag.
b.      Koagulase
Koagulase adalah suatu antigen protein yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Bersifat sebagai clotting agent, proteolitik, dan esterolitik. Terdapat dua bentuk koagulase, yaitu sebagai berikut:
1)      Free coagulase
Dibebaskan ke dalam medium. Perlu aktivasi oleh faktor plasma atau CRF (Coagulase Reacting Factor) untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Dipakai plasma darah kelinci. Tes dilakukan di dalam tabung.
2)      Bound coagulase (clumping factor)
Tidak didapatkan di dalam filtrate kultur. Tidak memerlukan CRF. Dipakai plasma darah manusia. Tes dilakukan pada obyek glass.
         Tes koagulase tersebut penting untuk menentukan patogenitas Staphylococcus. Pada umumnya Staphylococcus aureus memberikan tes koagulase yang positif. Bila hasil tes koagulase pada obyek glass negative, harus dilanjutkan dengan tes koagulase tabung. Tes koagulase positif palsu bisa diberikan oleh Pseudomonas aeroginusa, Serratia marcescens,dan Streptococcus faecalis. Terjadinya reaksi positif palsu disebabkan bakteri-bakteri tersebut dapat menggunakan sitrat (antikoagulan dalam pengambilan plasma) dan membebaskan kalsium sehingga dapat menimbulkan reaksi penggumpalan. Untuk mengatasi hal ini, penggunaan sitrat perlu digantikan dengan EDTA. Reaksi negative palsu bisa terjadi pada beberapa galur dari Staphylococcus yang menghasilkan fibrinolisin dalam jumlah banyak sehingga penggumpalan yang seharusnya terjadi oleh koagulase sulit terlihat karena kemugkinan dilisiskan kembali. Diperlukan tes koagulase dengan masa inkubasi yang lebih lama (24jam), bila dalam waktu 4 jam tidak terbentuk koagulum.
c.       Hialuronidase
Dihasilkan oleh 93,6% galur dengan koagulase yang positif, tapi tidak dibentuk oleh galur dengan koagulase negative. Secara invitro, dapat dihasilkan bila medium diperkaya dengan tirosin dan triptofan. Dengan menghasilkan hialuronidase maka bakteri bersifat invasive, tapi sifat ini terjadi pada fase awal dari infeksi dan cepat dinetralkan pada reaksi peradangan.
d.       Stafilokinase (fibrinolisin)
Metabolit tersebut 80% dihasilkan oleh galur koagulase positif dan dihasilkan juga oleh galur dengan koagulase negative. Enzim ini bekerja sebagai activator enzim protease dalam plasma untuk menghasilkan lytics agent. Enzim ini bersifat antigenic ddan tidak tahan panas (heat labile).       Staphylokinase
Plasminogen                              Plasmin fibrinolitik.
              Fenomena Mueller :
Fenomena Mueller adalah terjadinya suatu area yang terang berupa bercak-bercak kecil (satellite) di sekeliling koloni Staphylococcus, yang di tanam pada Human Blood Agar plate (BAP) dan diinkubasikan beberapa hari. Fenomena ini terutama terjadi pada Staphylococcus aureus. Mueller menganggap bahwa bercak ini karena adanya living agent, sedang menurut Quie dan Wannamarker disebabkan adanya stafilokinase. Pada BAP, terjadi pengumpulan lebih banyak dari plasminogen dan dengan adanya enzim tersebut terjadi proteolysis.
e.       Protease
Enzim ini bersifat proteolitik dan dapat menyebabkan nekrosis pada jaringan yang diinvasi, termasuk jaringan tulang.
f.       Lipase
Enzim ini bersifat antigenic. Padainolu;asi Staphylococcus koagulase positif galur tertentu pada BAP darah manusia, terlihat pada permukaan terdapat bercak-bercak lemak yang tersusun dari asam oktadekanoat. Ini terjadi karena lipase memutuskan ikatan asam ini dengan lipid.
g.      Fosfatase
Fosfatase erat hubungannya dengan patogenitas dan galur koagulase positif pada umumnya meneghasilkan lebih banyak fosfatase daripada galur koagulase negative, namun kadang-kadang ada jugagalur koagulase negative yang menghasilkan fosfatase lebih banyak. Oleh karena itu, apabila fosfatase digunakan sebagai indicator patogenitas, nilainyakoran.
h.      DNase
Enzim ini tahan terhadap pemanasan (heat resistant) dan diproduksi oleh 90-96% galur Staphylococcus koagulase positif, sehingga dapat juga dipakai untuk menentukan spesies dari Staphylococcus. DNase memecah DNA menjadi fosfo mononukleotida. Enzim ini merupakan suatu protein yang kompak yang terdiri atas rantai polipeptida tunggal dan terdapat pada permukaan sel. Aktivitas DNase ini dapat diketahui dengan menambahkan bakteri pada deoxyribonuklease test medium. Setelah dieramkan 370C selama 24-36 jam, koloni yang tumbuh dituang dengan 1 N HCL atau 0,1% toluidine biru. Bila tampak daerah terang (halo) pada penuangan HCL atau merah rose dengan toluidine biru disekitar koloni, ini menunjukkan bakteri menghasilkan enzim deoxyribonuclease (DNase)

2.      Eksotoksin
Terdiri dari  :
a.       Alfa Hemolisin
Toksin ini dibuat oleh Staphylococcus virulen dari jenis kuman dan bersifat :
1)      Melisiskan sel darah merah kelinci, kambing, domba dan sapi.
2)      Tidak melisiskan sel darah merah manusia.
3)      Meyebabkan nekrosis pada kulit manusia dan hewan.
4)      Dalam dosis yang cukup besar dapat membunuh manusia dan hewan.
5)      Menghancurkan sel darah putih kelinci
6)      Tidak menghancurkan sel darah putih manusia
7)      Menghancurkan trombosit kelinci
8)      Bersifat sitotoksik terhadap biakan jaringan manusia
Semua sifat tersebut diatas dapat dinetralkan oleh IgG, tetapi tidak oleh IgA dan IgM. Semua efek tersebut diatas terjadi karena pelepasan anion dengan fosfolipid yang terdapat dalam membran sel bakteri. Setelah diolah dengan formalin toksin ini dapat dipakai sebagai toksoid.
            Kemampuan untuk membuat toksin ini dapat dipindahkan dengan bakteriafaga L2043, namun jenis yang menerimanya tidak selalu menghasilkan toksin yang sama kuatnya seperti yang dihasilkan oleh jenis asalnya.
b.      Beta Hemolisin
Toksin ini terutama dihasilkan oleh jenis yang berasal dari hewan. Dapat menyebabkan erjadinya hot-cold lysis pada sel darah merah domba dan sapi. Dalam hal ini lisis baru terjadi setelah pengeraman 1 jam pada suhu 37C dan 18 jam pada suhu 10C . toksin ini dapat dibuat toksoid.
c.       Delta Hemolosin
Toksin ini dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi efeknya terhadap sel darah merah domba kurang. Jika toksin pekat disuntikkan pada kelinci secar intravena, maka akan terjadi kerusakan ginjal akut yang berakibat fatal.
d.      Leukosidin
            Toksin ini dapat merusak sel darah putih beberapa macam binatang dan ada 3 tipe yang berbeda :
·         Alfa hemolisin
·         Yang identik dengan Delta hemolisin, bersifat termostabil da menyebabkan perubahan morfologik sel darah putih dari semua tipe kecuali yang berasal dari domba.
·         Yang terdapat pada 40-50% jenis Staphylococcus dan hanya merusak sel darah putih manusia dan kelinci tanpa aktifitas hemolitih.
e.       Sitotoksin
            Toksin ini mempengaruhi arah gerak sel darah putih dan bersifat termostabil. Toksin ini dibuat dalam suasana di mana :
·         Kompleks antigen zat anti menghasilkan suatu kompleks trimolekuler dari komplemen yang terdiri dari C5, C6, dan C7.
·         Streptokinase merubah plasminogen menjadi plasmin yang kemudian bereaksi dengan C3 sehingga menjadi C3 yang aktif.
Pada penyakit granulomatosa septik kronik yang bersifat herediter sering ditemukan sebagai penyebabnya bakteri Staphylococcus dan pada penyakit ini sel darah putih dapat melakukan fagositosis tetapi tidak dapat menghancurkan bakterinya.
f.       Toksin Eksfoliatif
            Toksin ini dihasilkan oleh Staphylococcus grup II dan merupakan suatu protein ekstraselular yang tahan panas tetapi tidak tahan asam. Toksin ini dianggap sebagai penyebab Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSS). Yang antara lain meliputi dermatitis eksfoliativa pada neonatus (Ritter’s disease), impetigo bulosa, Staphylococcal scarlatiniform rash dan toksin epidermal nekrolisis pada orang dewasa.

3.      Enterotoksin  
Toksin ini dibuat jika bakteri ditanam dalam pembenihan semisolid dengan konsentrasi CO2 30%.
Toksin ini terdiri dari protein yang bersifat :
·         Nonhemolitik
·         Nondermonekrotik
·         Nonparalitik
·         Termostabil, dalam air mendidih tahan selama 30 menit
·         Tahan terhadap pepsin dan tripsin
            Toksin ini penyebab keracunan makanan, terutama yang terdiri dari hidrat arang dan protein. Masa tunas antara  2-6 jam dengan gejala yang timbul secara mendadak, yaitu mual, muntah-muntah, dan diare. Kadang-kadang dapat terjadi kollaps sehingga dikira kolera.
            Penyembuhannya biasanya terjadi setelah 2 jam dan jarang berakibat fatal. Efek muntah terus karena toksin merangsang pusat muntah di susunan syaraf pusat. Salmonella dan Clostridium dapat menimbulkan gejala yang serupa.
Belum ditemukan suatu cara yang mudah yang dapat menyatakan bahwa suatu pembenihan bakteri Staphylococcus mengandung enterotoksin, yang ada hubungan antara pembentukan enterotoksin dan koagulasa. Staphylococcus aureus yang membentuk enterotoksin adalah koagulasa positif, tapi tidak semua jenis koagulasa positif dapat membentuk enterotoksin. Jika dari setiap gram makanan yang tersangka dapat ditemukan ratusan, ribuan bahkan Staphylococcus atau lebih, maka hal ini merupakan suatu bukti dari dugaan bahwa makanan tersebut memang menyebabkan keracunan makanan. Namun perlu diingat bahwa enterotoksin bersifat termostabil, sehingga jika dalam makana tersangka telah dipanaskan mungkin tidak ditemukan bakteri lagi, meskipun di dalamnya mengandung sejumlah besar enterotoksin.

Contoh kasus penyakit akibat Staphylococcus aureus :
Bisul : kulit yang terkena jarum kotor lalu organisme kontaminan mengeluarkan toksin yang menyebabkan pembuluh darah kapiler melebar dan leukosit menuju bakteri (kemotaksis). Kulit pada daerah ini membengkak, merah, panas, dan sakit. Leukosit membentuk masa padat yang mengelilingi bakteri. Toksin (leukosidin) mematikan leukosit dan cairan pencernaan leukosit yang mati akan mengubah seluruh masa mati menjadi pus. Ketika bisul pecah, pus cair keluar bersama bakteri beserta toksinnya. Leukosit berhenti keluar dari pembuluh darah sehingga pembuluh darah kembali ke normal dan membentuk jaringan baru.

H.    Pemeriksaan laboratorium
1.      Bahan pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dengan cara swabbing, atau langsung dari darah, pus, sputum, atau liquor serebrospinalis
2.      Pemeriksaan langsung
Biasanya bakteri dapat terlihat jelas, terutama jika bahan pemeriksaan berasal dari pus sputum. Dari sediaan langsung kita tidak dapat membedakan apakah yang kita lihat tersebut Staphylococcus aureus atau Staphylococcus epidermidis. Pada sediaan langsung dari nanah, bekteri terlihat tersusun tersendiri, berpasangan, bergerombol dan bahkan dapat tersusun seperti rantai pendek.
3.      Perbenihan
Bahan yang ditanam pada lempeng agar darah akan menghasilkan koloni yang khas setelah pengeraman 18 jam pada suhu 37C, tetapi hemilisis dan pembentukan pigmen baru terlihat setelah beberapa hari dibiarkan pada suhu kamar. Jika bahan pemeriksaan mengandung bermacam-macam bakteri, dapat dipakai suatu pembenihan yang mengandung NaCl 10%. Pada umumnya Staphylococcus yang berasal dari manusia tidak patogen terhadap hewan. Pada suatu perbenihan yang mengandung telurit, Staphylococcus koagulasa positif membentuk koloni yang berwarna hitam karena dapat memproduksi telurit.
4.      Tes Koagulasa
Ada 2 cara tes koagulasa yaitu cara slide test dan cara tube test. Pada slide test yang dicari adalah bound coagulase atau clumping factor. Cara ini tidak dianjurkan untuk pemeriksan rutin, karena banyak faktor yang dapat mempengaruhinya,antara lain diperlukan plasma manusia yang masih segar. Pemakaiannya terutama untuk pemeriksaan Staphylococcus dalam jumlah yang besar, misalnya untuk screening test. Pada tube test yang dicari adalah adanya koagulasa bebas dan cukup digunakan plasama kelinci. Hasilnya positif kuat jika tabung test dibalik, gumpalan plasma tidak terlepas dan tetap melekat pada dinding tabung.
5.      Penentuan tipe bakteriofaga
Cara ini penting untuk menentukan tipe Staphylococcus yang diasingkan dari lingkungan rumah sakit. Perlu diketahui bahwa 70-80% flora Staphylococcus di rumah sakit tahan terhadap penisilin. Selain itu dengan lisotopi dapat pula ditentukan apakah suatu jenis berasal dari hewan atau dari manusia.

I.       Pencegahan
Penyebaran langsung dengan kontak fisik dapat dicegah dengan kebersihan kulit, mencegah pencemaran bekteri pada luka-luka dan lecet. Air borne infection di dalam kamar operasi dapat dicegah dengan pemakaian sinar ultra violet. Cara penyebaran bahan yang infeksius dari nasofaring perlu lebih banyak diperhatikan dari air borne infection yang lainnya. Perlu diambil tindakan tepat terhadap para tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit dan lain-lain yang banyak berhubungan dengan masyarakat, yang di dalam hidung dan tenggorokannya mengandung Staphylococcus yang resisten terhadap penisilin.
Seorang nasal carrier dengan Staphylococcus yang sensitif penisilin ternyata tahan terhadap Staphylococcus yang resisten terhadap penisilin. Keadaan ini terjadi sampai bakteri asal hilang karena pengobatan dengan penisilin. Setelah ini maka jenis yang baru yang penisilin resisten dapat dengan mudah berkembang biak dalam hidung.
            Berdasarkan pengalaman ini dicari jenis Staphylococcus penisilin sensitif yang mudah berkembang biak, misalnya jenis 502A yang koagulasa positif. Jenis ini selain mudah berkembang biak, virulensinya juga rendah. Bila jenis ini ditularkan pada hidung dan tali pusat bayi, diharapkan dapat mencegah berkembang biaknya jenis-jenis yang virulen yang penisilin resisten. Jenis 502A dapat menyebar ke orang lain secara spontan, jenis ini dapat ditemukan secara serologikdan enentuan tipe faga. Pada penyelidikan ternayta jenis ini tidak menyebabkan penyakit.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Staphylococcus menghasilkan bahan metabolit yang dapat diklasifikasikan dalam tiga bentuk, yaitu : metabolit non-toksin, eksotoksin, dan enterotoksin.
Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik


Daftar Pustaka

1.      Staf pengajar FKUI. . Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : FKUI (hal :104-111)
2.      Jawetz, Melnick, Adelberg. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. Jakarta : EGC (hal :225-231)
3.      Tim MikrobiologiFK universitas Brawijaya. 2003. Bakteriologi Medik. Malang : Bayumedia Publishing. (hal :132-139)
(diunduh 10 Maret 2012 pukul 14.00 WIB)
(diunduh 10 Maret 2012 pukul 14.00 WIB)

1 komentar:

Anonim at: 19 November 2013 pukul 10.33 mengatakan...

Terima kasih atas infonya

Posting Komentar