Staphylococcus sp.

Minggu, 07 Juli 2013


Pendahuluan
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak (Gambar 2.1). Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz et al., 1995 ; Novick et al., 2000).


Patogenisitas
Sebagian bakteri Stafilokokus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S. aureus yang patogen bersifat invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu meragikan manitol (Warsa, 1994). Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranyapneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan, et al., 1994; Warsa, 1994). Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena, trombosis, bahkan bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru (Warsa, 1994;Jawetz et al., 1995). Kontaminasi langsung S. aureus pada luka terbuka (seperti luka pascabedah) atau infeksi setelah trauma (seperti osteomielitis kronis setelah fraktur terbuka) dan meningitis setelah fraktur tengkorak, merupakan penyebab infeksi nosokomial (Jawetz et al., 1995). Keracunan makanan dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin dari S. aureus. Waktu onset dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan adalah 1,0 μg/gr makanan. Gejala keracunan ditandai oleh rasa mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai demam (Ryan, et al., 1994 ; Jawetz et al., 1995). Sindroma syok toksik (SST) pada infeksi S. aureus timbul secara tiba-tiba dengan gejala demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam, dan hipotensi, dengan gagal jantung dan ginjal pada kasus yang berat. SST sering terjadi dalam lima hari permulaan haid pada wanita muda yang menggunakan tampon, atau pada anakanak dan pria dengan luka yang terinfeksi stafilokokus. S. aureus dapat diisolasi dari vagina, tampon, luka atau infeksi lokal lainnya, tetapi praktis tidak ditemukan dalam aliran darah (Jawetz et al., 1995).

Faktor Virulensi S. aureus
S. aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin, contohnya :
1.  Katalase
Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses fagositosis. Tes adanya aktivtias katalase menjadi pembeda egnus Staphylococcus dari Streptococcus (Ryan et al., 1994; Brooks et al., 1995).
2. Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat, karena adanya faktor koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan enzim tersebut. Esterase yang dihaslki an dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan, sehingga terbentuk deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis (Warsa, 1994).
3. Hemolisin
Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis di sekitar koloni bakteri. Hemolisin pada S. aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta hemolisisn, dan delta hemolisisn. Alfa hemolisin adalah toksin yang bertanggung jawab terhadap pembentukan zona hemolisis di sekitar koloni S. aureus pada medium agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia. Beta hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan Stafilokokus yang diisolasi dari hewan, yang menyebabkan lisis pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta hemolisin adalah toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba (Warsa, 1994).
4. Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan. Tetapi perannya dalam patogenesis pada manusia tidak jelas, karena Stafilokokus patogen tidak dapat mematikan sel-sel darah putih manusia dan dapat difagositosis (Jawetz et al., 1995).
5. Toksin eksfoliatif
Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan matriks mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan intraepithelial pada ikatan sel di stratum granulosum. Toksin eksfoliatif merupakan penyebab Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang ditandai dengan melepuhnya kulit (Warsa, 1994).
6. Toksin Sindrom Syok Toksik (TSST)
Sebagian besar galur S. aureus yang diisolasi dari penderita sindrom syok toksik menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toks in ini menyebabkan demam, syok, ruam kulit, dan gangguan multisistem organ dalam tubuh (Ryan, et al., 1994; Jawetz et al., 1995).
7. Enterotoksin
Enterotoksin adalah enzim yang tahan panas dan tahan terhadap suasana basa di dalam usus. Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan, terutama pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein (Jawetz et al., 1995).

Pengobatan terhadap infeksi S. aureus dilakukan melalui pemberian antibiotik, yang disertai dengan tindakan bedah, baik berupa pengeringan abses maupun nekrotomi. Pemberian antiseptik lokal sangat dibutuhkan untuk menangani furunkulosis (bisul) yang berulang. Pada infeksi yang cukup berat, diperlukan pemberian antibiotik secara oral atau intravena, seperti penisilin, metisillin, sefalosporin, eritromisin, linkomisin, vankomisin, dan rifampisin. Sebagian besar galur Stafilokokus sudah resisten terhadap berbagai antibiotic tersebut, sehingga perlu diberikan antibiotik berspektrum lebih luas seperti kloramfenikol, amoksilin, dan tetrasiklin (Ryan et al., 1994; Warsa, 1994; Jawetz et al., 1995).

Kloramfenikol
Struktur Kimia
Kloramfenikol adalah antibiotik yang diisolasi pertama kali pada tahun1947 dari Streptomyces venezuelae. Penggunaan obat ini meluas dengan cepat,karena mempunyai daya antibiotika yang kuat. Pada tahun 1950, diketahui bahwa antibiotik ini dapat menimbulkan anemia aplastik yang faatl, sehingga penggunaannya dibatasi (Mycek et al., 1992).
Gambar 2. Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI, 1995)
D-treo-(-)-2,2-Dikloro-N-[β-hidroksi-α-(hidroksimetil)-pnitrofenetil]
asetamida C11H12 Cl2 N2O5 , BM 323,13

Farmakokinetik
Kloramfenikol yang diberikan secara intravena maupun oral dapat diabsorpsi sempurna, karena bersifat lipofilik. Antibiotik ini didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh, termasuk ke jaringan otak, cairan serebrospinal, dan mata. Waktu paruh kloramfenikol pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, sedangkan pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Sekit ar 50 %
kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin (Katzung, 1998). Di dalam hati, kloramfenikol terkonjugasi dengan asam glukuronat olehn aktivitas enzim glukuronil transferase, sehingga waktu paruh kloramfenikol pada



Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, tidak bergerak ditemukan satu-satu, berpasangan, berantai pendek atau bergerombol, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, dan dinding selnya mengandung dua komponen utama yaitu peptidoglikan dan asam teikhoat. Metabolisme dapat dilakukan secara aerob dan anaerob.
Infeksi yang disebabkan di golongkan sebagai penyakit menular/lokal (biasanya) atau menyebar (jarang).  Staphylococcus adalah sel yang berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1μm dan tersusun dalam kelompok tak beraturan.  S.aureus menghasilkan koagulase,suatu protein mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang telah diberi oksalat atau sitrat dengan bantuan suatu faktor yang terdapat dalam banyak serum. Bakteri yang membentuk koagulase dianggap mempunyai potensi menjadi patogen invasif.  S. ureus dapat ditemukan di kulit dan di hidung manusia,(Hidung biasanya dianggap tempat utama berkembangnya kolonisasinya) dan ada kalanya dapat menyebabkan infeksi dan sakit parah.
Pada osteomielitis, fokus primer pertumbuhan s.aureus secara khas terjadi di pembuluh-pembuluh darah terminal pada metafisis tulang panjang, mengakibatkan nekrosis tulang dan penanahan menahun.
Staphylococcus aureus juga penyebab intoksitasi dan terjadinya berbagai macam infeksi seperti pada jerawat, bisul, juga pneumonia, empiema, endokarditis, atau penanahan pada bagian tubuh mana pun
Leukosidin; toksin s.aureus ini dapat mematikan sel darag putih pada banhyak hewan yang terkena oleh toksin ini, tetapi peranannya dalam patogenesis tidak jelas, sebab staphylococcus patogen tidak mematikan sel-sel darag putih dan dapat difagositosis seefektif jenis yang tidak patogen, namun bakteri tersebut mampu berkembang biak dengan sangat aktif di dalam sel.
40-50% manusia adalah pembawa S.aureus dalam hidungnya,dan dapat di temukan di baju, sprei, dan benda-benda lainnya sekitar manusia.
Kebanyakan orang mempunyai staphylococcus pada kulit dan dalam hidung atau tenggorokan. Infeksi ganda yang berat pada kulit mis; jerawat. Pada jerawat, lipase staphylococcus melepaskan asam-asam lemak dari lipid dan menyebabkan iritasi jaringan.
Bahan makanan yang disiapkan menggunakan tangan, seperti penyiapan sayuran mentah untuk salad, juga berpotensi terkontaminasi S. aureus. . Keracunan oleh S. aureus diakibatkan oleh enterotoksin yang tahan panas yang dihasilkan oleh bakteri tersebut.
Infeksi S.ureus dapat juga di sebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka, misalnya pada infeksi luka pascabedah oleh staphylococcus atau infeksi setelah trauma (osteomielitis kronis setelah fraktur terbuka, menigitis setelah fraktur tengkorak)
Bila S.aureus menyebar dan terjadi bakteremia, dapat terjadi endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis, atau infeksi paru-paru. Gambaran klinisnya mirip dengan gambaran klinis yang terlihat pada infeksi lain yang melalui aliran darah.
Bakteremia, endokarditis, pneumonia, dan infeksi hebat lain yang disebabkan oleh S.aureus memerlukan terapi intravena yang lama dengan penicilin yang resisten terhadap β-laktamase. Vankomisin sering dicadangkan untuk staphylococcus yang resisten terhadap nafsilin. Jika infeksi disebabkan oleh S.aureus yang tidak menghasilkan β-laktamase, penicilin G merupakan obat pilihan, tetapi hanya sedikit strain S.aureus yang peka terhadap penicilin G.
Beberapa jenis Staph telah menjadi kebal terhadap antibiotika methicillin dan lainnya yang dulu dipakai untuk mengobati infeksi. Infeksi yang disebabkan Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus ‘MRSA’ yang kebal methicillin ini sulit diobati, sebab kebanyakan antibiotika tak dapat membunuh bakteri tersebut.
MRSA bisa menyebabkan:
• infeksi kulit seperti bisul dan
• infeksi di bawah kulit (cellulitis),
• infeksi yang lebih parah pada tulang, darah, paru-paru dan bagian tubuh
lainnya.
MRSA dapat tersebar dengan :
• menyentuh dan memijit kulit yang terkena misalnya pada bisul atau luka,
• memakai handuk, pakaian atau seprai kotor yang telah dipakai oleh orang
yang terkena infeksi MRSA,
• menggunakan alat rias yang telah dipakai oleh orang yang terkena infeksi
MRSA,
• tidak teliti dalam mencuci tangan.
Sebagian besar infeksi MRSA dapat diobati dengan antibiotik, seperti vankomisin, teicoplanin, dan linezolid. Namun antibiotik yang banyak digunakan selama ini adalah vankomisin. Vankomisin merupakan antibiotik yang termasuk dalam golongan glikopeptida. Mekanismenya yaitu dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Vankomisin berikatan dengan ujung D-alanyl-D-alanine dari unit prekusor dinding sel, sehingga dapat menganggu sintesis peptidaglikan. Tetapi setelah meningkatnya penggunaan vankomisin, termasuk untuk MRSA komunitas, akhirnya membuat sensitifitas antibiotik ini jadi berkurang. Mekanisme resistensi dan berkurangnya sensitifitas S.aureus terhadap vankomisin diperkirakan terkait dengan perubahan dan pengaturan ulang dinding sel bakteri. Namun untuk sekarang masih dicari lagi antibiotic yang dapat membunuh MRSA dan VRSA, yang telah resisten dengan semua jenis antibiotic yang ada. Tetapi MRSA dapat dicegah dengan cara mencuci tangan,tidak saling pinjam-meminjam handuk, alat rias, seprei, benda lain yang dapat mengandung nanah, dan baluti luka atau infeksi kulit lainnya.


Domain:
 Bacteria

 Kingdom:
 Eubacteria

 Phylum:
 Firmicutes

 Class:
 Bacilli

 Order:
 Bacillales

 Family:
 Staphylococcaceae

 Genus:
 Staphylococcus

 Species:
 S. aureus





PERBENIHAN
            Untuk membiakkan Staphylococcus diperlukan suhu optimal antara 28-380C,atau sekitar 350C. Apabila bakteri tersebut diisolasi dari seorang penderita,suhu optimal yang diperlukan adalah 370C. pH optimal untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 7,4. Pada  umumnya Staphylococcus dapat tumbuh pada medium-medium yang biasa dipakai di laboratorium bakteriologi misalnya sebagai berikut,
1.      Nutrient Agar Plate (NAP)
Medium tersebut penting untuk mengetahui  adanya pembentukan pigmen dan Staphylococcus aureus akan membentuk pigmen berwarna kuning emas. Koloni yang tumbuh berbentuk bulat, berdiameter 1-2 mm, konveks dengan tepi rata,permukaan mengkilat dan konsistensinya lunak.
2.      Blood Agar Plate (BAP)
Medium tersebut dipakai secara rutin. Koloninya akan tampak lebih besar, dan pada galur yang ganass biasanya memberikan hemolisa yang jernih disekitar koloni yang mirip dengan koloni Streptococcus β-hemolyticus.
Pada umumnya untuk membiakkan Staphylococcus aureus, perlu medium yang mengandung asam aminodan vitamin-vitamin, misalnya threonine, asam nikotinat, dan biotin. Untuk isolasi primer dari infeksi campuran, terutama yang berasal dari tinja atau luka-luka, perlu medium yang mengandung garam NaCl konsentrasi tinggi misalnya 7,5% atau mediumyang mengandung polimiksin (Polimiksin Staphylococcus Medium). Pembentukan pigmen paling baik apabila dieramkan pada suhu kamar (200C). Pigmen ini mempunyai sifat-sifat :
-          Mudah larut dalam alcohol, eter, dan benzene.
-          Termasuk bahan yang bersifat lipokrom.
-          Tetap tinggal dalam koloi bakteri.
-          Tidak berdifusi ke dalam medium.
Hubungan antara warna pigmen dengan patogenitas tidak selalu tetap. Sebagai contoh Staphylococcus aureus yang menghasilkan pigmen warna kuning emas tidak selalu menghasilkan tes koagulase yang positif, tetapi kadang-kadang menghasilkan koagulase yang negative. Pigmen kuning emas ini tidak terbentuk pada keadaan anaerob dan juga tidak terbentuk pada perbenihan cair.

DAYA TAHAN
Diantara bakteri yang idak membentuk spora, Staphylococcus adalah yang paling tahan terhadap bahan-bahan kimia, sehingga galur Staphylococcus tertentu digunakan untuk standar tes evaluasi bahan-bahan antiseptikaatau antibiotika, misalnya Staphylococcus aureus ATCC 29213.Dalam suhu kamar padaagar miring atau keadaan beku, bakteri tersebut dapat hidup sampai beberapa bulan, sedangkan dalam keadaan kering pada pus dapat hidup 14-16 minggu, relative tahan terhadap pemanasan 600C selama 30 menit. Daya tahanterhadap bahan-bahan kimia bervariasi, misalnya dalam fenol 2% mati dalam waktu 15 menit, sedangkan dalam hydrogen peroksida 3% mati dalam waktu 3 menit dan dalam tincture iodii, mati dalam  waktu 1 menit.
Beberapa galur dari Staphylococcus aureus menghasilkan enzim penisilinase sehingga resisten terhadap golongan obat penisilin, tetapi biasanya masih peka terhadap golongan penisilin yang tahan terhadap penisilinase, misalnya metisilin dan oksasilin. Namun demikian, juga telah dikenal galur Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin yang disebut Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Galur ini sering menimbulkan masalah di klinik karena sifatnya yang resisten terhadap berbagai antibiotika golongan β-laktam, tetapi biasanya masih peka terhadap vankomisin atau golongan aminoglikosida.

REAKSI BIOKIMIA
Semua galur dapat meragikan gula-gula sederhana (glukosa,laktosa,sukrosa dan lain-lain) dan dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Staphylococcus aureus dapat meragikan manitol. Untuk mengetahui sifat fermentasi terhadap manitol digunakan Manitol Salt Agar (konsentrasi garam NaCl 7,5-10%) dengan melihat adanya daerah terang (halo) yang berwarna kuning disekitar koloni Staphylococcus aureus.

STRUKTUR ANTIGEN
Rantz menemukan suatu antigen pada gram positif coccus dan gram negative batang. Antigen Rantz ini didapat dengan cara ekstraksi dari Staphylococcus galur tertentu menggunakan losozim. Sensitisasi sel darah merah dengan antigen ini dapat menimbulkan pembentukan hemaglutinin dalam serum. Staphylococcus aureus mengandung Ag-Karbohidrat (Ag-KH) danAg-protein. Pada strain yang pathogen ditemukan Ag-KH tipe A, apabila Ag-KH tipe A disuntikkan secara intradermal pada penderita yang terinfeksi Staphylococcus akan memberikan reaksi hopersensitif tipe segera(intermediate type) dalam 20-30 menit berupa wheal dan eritema.
Sebagian besar bakteri Staphylococcus aureus pada dinding selnya mengandung suatu komponen yang disebut protein A. Protein A ini memiliki berat molekul sekitar 13.000 Da berikatan denganpeptidoglikan secara kovalen. Protein A dapatdikeluarkan ke dalam medium dan juga dapat berikatan dengan fragmen Fc dari immunoglobulin. Berdasarkan sifat ini, Staphylococcus aureus dapat dipakai untuk membantu identifikasi, karena fragmen Fab yang bebas dapat berikatan dengan antigen yang spesifik.
METABOLIT BAKTERI
Staphylococcus menghasilkan bahan metabolit yang dapat diklasifikasikan dalam tiga bentuk, yaitu : metabolit non-toksin, eksotoksin, dan enterotoksin.
I.          Metabolit non-toksin
1.      Antigen permukaan (materi kapsul)
Fungsi dari antigen kapsul adalah mencegah fagositosis, mencegah reaksi koagulase, dan mencegah melekatnya bekteriofag.
2.      Koagulase
Koagulase adalah suatu antigen protein yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Bersifat sebagai clotting agent, proteolitik, dan esterolitik. Terdapat dua bentuk koagulase, yaitu sebagai berikut:
a.       Free coagulase
Dibebaskan ke dalam medium. Perlu aktivasi oleh faktor plasmaatau CRF (Coagulase Reacting Factor) untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Dipakai plasma darah kelinci. Tes dilakukan di dalam tabung.
b.      Bound coagulase (clumping factor)
Tidak didaptkan di dalam filtrate kultur. Tidak memerlukan CRF. Dipakai plasma darah manusia. Tesdilakukan pada obyek glass.
         Tes koagulase tersebut penting untuk menentukan patogenitas Staphylococcus. Pada umumnya Staphylococcus aureus memberikan tes koagulase yang positif. Bila hasil tes koagulase pada obyek glass negative, harus dilanjutkan dengan tes koagulase tabung. Tes koagulase positif palsu bisa diberikan oleh Pseudomonas aeroginusa, Serratia marcescens,dan Streptococcus faecalis. Terjadinya reaksi positif palsu disebabkan bakteri-bakteri tersebut dapat menggunakan sitrat (antikoagulan dalam pengambilan plasma) dan membebaskan kalsium sehingga dapat menimbulkan reaksi penggumpalan. Untuk mengatasi hal ini, penggunaan sitrat perlu digantikan dengan EDTA. Reaksi negative palsu bisa terjadi pada beberapa galur dari Staphylococcus yang menghasilkan fibrinolisin dalam jumlah banyak sehingga penggumpalan yang seharusnya terjadi oleh koagulase sulit terlihat karena kemugkinan dilisiskan kembali. Doperlukan tes koagulase dengan masa inkubasi yang lebih lama (24jam), bila dalam waktu 4 jam tidak terbentuk koagulum.
3.      Hialuronidase
Dihasilkan oleh 93,6% galur dengan koagulase yang positif, tapi tidak dibentuk oleh galur dengan koagulase negative. Secara invitro, dapat dihasilkan bila medium diperkaya dengan tirosin dan triptofan. Dengan menghasilkan hialuronidase maka bakteri bersifat invasive, tapi sifat ini terjadi pada fase awal dari infeksi dan cepat dinetralkan pada reaksi peradangan.
4.      Stafilokinase (fibrinolisin)
Metabolit tersebuut 80% dihasilkan oleh galur koagulase positif dan dihasilkan juga oleh galur dengan koagulase negative. Enzim ini bekerja sebagai activator enzim protease dalam plasma untuk menghasilkan lytics agent. Enzi mini bersifat antigenic ddan tidak tahan panas (heat labile).       Staphylokinase
Plasminogen                              Plasmin fibrinolitik.
         Fenomena Mueller :
Fenomena Mueller adalah terjadinya suatu area yang terang berupa bercak-bercak kecil (satellite) di sekeliling koloni Staphylococcus, yang di tanam pada Human Blood Agar plate (BAP) dan diinkubasikan beberapa hari. Fenomena ini terutama terjadi pada Staphylococcus aureus. Mueller menganggap bahwa bercak ini karena adanya living agent, sedang menurut Quie dan Wannamarker disebkan adanya stafilokinase. Pada BAP, terjadi pengumpulan lebih banyak dari plasminogen dan dengan adanya enzim tersebut terjadi proteolysis.
5.      Protease
Enzim ini bersifat proteolitik dan dapat menyebabkan nekrosis pada jaringan yang diinvasi,,, termasuk jaringan tulang.
6.      LIPASE
Enzi mini bersifat antigenic. Padainolu;asi Staphylococcus koagulase positif galur tertentu pada BAP darah manusia, terlihat pada permukaan terdapat bercak-bercak lemak yang tersusun daric asam oktadekanoat. Ini terjadi karena lipase memutuskan ikatan asam ini dengan lipid.
7.      FOSFATASE
Fosfatase erat hubungannya dengan patogenitas dan galur koagulase positif pada umumnya meneghasilkan lebih banyak fosfatase daripada galur koagulase negative, namun kadang-kadang ada jugagalur koagulase negative yang menghasilkan fosfatase lebih banyak. Oleh karena itu, apabila fosfatase digunakan sebagai indicator patogenitas, nilainyakoran.
8.      DNase
Enzi minitahan terhadap pemanasan (heat resistant) dan diproduksi oleh 90-96% galur Staphylococcus koagulase positif, sehingga dapat juga dipakai untuk menentukan spesies dari Staphylococcus. DNase memecah DNA menjadi fosfo mononukleotida. Enzim ini merupakan suatu protein yang kompak yang terdiri atas rantai polipeptida tunggal dan terdapat pada permukaan sel. Aktivitas DNase ini dapatdiketahui dengan menambahkan bakteri pada deoxyribonuklease test medium. Setelah dieramkan 370C selama 24-36 jam, koloni yang tumbuh dituang dengan 1 N HCL atau 0,1% toluidine biru. Bila tampak daerah terang (halo) padapenuangan HCL atau merah rose dengan toluidine biru disekitar koloni, ini menunjukkan bakteri menghasilkan enzim deoxyribonuclease (DNase)

0 komentar:

Posting Komentar