Kelompok
4
1. Agathanica
Astiwulan A102.06.002
2. Ajeng
Murtiana Sari A102.06.003
3. Arif
Rahmawan A102.06.006
4. Aris
Solikin A102.06.007
5. Nila
Ambarwati A102.06.020
6. Nurnitalius
Sari Nasution A102.06.022
AKADEMI
ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA
2011
==========================================================================
PEMBAHASAN
Diathesis hemoragik
Diathesis hemoragik
adalah keadaan patologi yang timbul karena kelainan faal hemostasis. Dilihat
dari patogenesisnya maka diathesis hemostatis hemoragik dapat digolongkan
menjadi 3 yaitu :
1.
Diathesis hemoragik karena factor
vaskuler
2.
Diathesis hemoragik karena factor
trombosit
3.
Diathesis hemoragik karena factor
koagulasi
A.
Diathesis hemoragik karena factor
vaskuler
Diathesis
hemoragik karena factor vaskuler adalah penyakit – penyakit dengan
kecenderungan perdarahan yang disebabkan oleh kelainan patologik pada dinding
pembuluh darah. Kelainan ini dapat dibagi menjadi :
1. Herediter
Hereditary hemorrhagic teleangiectasia.
Keadaan ini bersifat dominan autosomal dengan banyak pembengkakan mikrovaskuler
yangtersdilatasi , biasanya pada orofaring dan saluran pencernaan, yang
mengalami perdarahan secara spontan ayau setelah trauma minor. Pengobatan local
misalnya ( packing hidung) dapat mengontrol perdarahan, asam traneksamat
membantu mengurangi perdarahan. Defesiensi besi kronik sering terjadi.
Sindrom Ehlers-Danlos, sindrom Marfan,
dan gangguan jaringan ikat langka lainnya.
2. Didapat
, terdiri atas :
·
Purpura simpleks
·
Purpura senilis
·
Purpura alergik , terdiri atas :
a. Sindrom
Henoch – Schonlein
Penyakit ini adalah penyakit yang lebih
sering dijumpai pada anak- anak akibat kompleks imun setelah infeksi akut.
Timbulnya suatu Ig A – mediated vasculitis. Gejalanya berupa :
Purpura, rasa gatal, pembengkakan sendi,
nyeri abdomen, dan hematuria. Biasanya bersifat self limiting , tapi kadang –
kadang berkembang menjadi gagal ginjal.
b. Purpura
pada arthritis rematoid, SLE, poliarteritis nodosa dan penyakit kolage lain
karena terjadinya vaskulitis.
·
Purpura karena infeksi, misalnya pada
sepsis akibat infeksi meningokokus.
·
Scurvy defisiensi vitamin C yang
menimbulkan kerusakan bahan interseluler (kolagen ) sehingga pembuluh darah
mudah pecah, sehingg a terjadi perifollicular petechie.
·
Purpura karena steroid yang
mengakibatkan atrofi jaringan ikat penyangga kapiler bawah kulit sehingga
pembuluh darah mudah pecah.
B.
Diathesis hemoragik karena kelainan
trombosit
Diatesis
hemoragik karena kelainan trombosit dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Trombositopenia,
yaitu penurunan jumlah trombosit
2. Trombopati,
yaitu kelainan fungsi trombosit
Penyebab trombositopenia
Penyebab trombositopenia pada dasarnya
dapat dibagi menjadi 4 golongan besar, yaitu :
I. Gangguan
Produksi :
1. Depresi
selektif megakariosit karena obat, bahan kimia atau infeksi virus
2. Sebagai
bagian dari :bone marrow failure” umum :
a. Anemia
aplastik
b. Leukimia
akut
c. Sindrom
mielodisplastik
d. Mielosklerosis
e. Infiltrasi
sumsum tulang : limfoma, carcinoma
f. Myeloma
multiple
g. Anemia
megaloblastik
II.
Peningkatan destruksi trombosit :
1. Autoimune
thrombocytopenic purpura,atau idiopatic thrombocytopenic purpura (ITP)
2. Imune
tombocytopenic purpura sekunder : misalnya pada : SLE, CLL, Limfoma
3. Alloimune
thrombocytopenic purpura : misalnya neonatal thrombocytopenia
4. Drug
Induced Immune thrombocytopenia : quinine dan sulfonamide
5. Diseminated
intravascular coagulation (DIC)
III.
Distribusi tidak normal :
Sindrom hipersplenism : di mana terjadi
pooling trombosit dalam lien
IV.
Akibat pengenceran (dilutional loss)
Akibat transfusi massif
PURPURA
THROMBOSITOPENIK IDIOPATIK (IDIOPATHIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA = ITP)
ITP
adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya
(idiopatik), tetapi sekarang diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini
disebabkan oleh proses imun karena itu disebut juga sebagai autoimmue thrombocytopenic purpura.
Secara kilnik dibagi 2 kelompok, yaitu :
1. ITP
akut
ITP akut lebih sering terjadi pada anak,
setelah infeksi virus akut tau vaksinansi, sebagian besar sembuh spontan,
tetapi 5-10 % berkembang menjadi kronik
(berlangsung lebih dari 6 bulan). Diagnosis sebagian besar melalui eksklusi.
Jika trombosit lebih dari 20X109/l tidak diperlukan terapi khusus.
Jika trombosit kurang dari 20X109/l dpat diberikan steroid atau
immunoglobulin intravena.
2. ITP
kronik
ITP kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50
tahun. Perjalanan penyakit bersifat kronik, hilang timbul berbulan – bulan atau
bertahun-tahun. Jarang mengalami kesembuhan spontan.
PATOGENESIS
Pada
ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi,
teruma IgG. Antibody terutama ditunjukan terhadap gpIIb-IIIa atau Ib. trombosit
yang diselimuti antibody kemudian di fagositi oleh makrofag dalam RES terutama
lien, akibatnya akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebakan
komponensasi dalam bentuk peningktan megakariosit dalam sumsum tulang.
Gambaran
klinik ITP, yaitu :
1.Onset
pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa: petechie, easy
bruising, menorrhagia, epistaksis atau perdarahan gusi
2.Perdarahan
SSP jarang terjadi tetapi jika bersifat fatal
3.Splenomegali
dijumpai pada <10% kasus.
Kelainan
laboratorik
Pada
ITP dapat dijumpai kelainan laboratorium berupa:
1.Darah
tepi: trombosit paling sering antara 10.000-50.000/mm3
2.Sumsum
tulang: jumlah megakariosit meningkat disertai inti banyak (multinuclearity)
disertai lobulasi
3.Imunologi:
adanya antiplatelet IgG pada permukaan trombosit atau dalam serum. Yang lebih
spesifik adalah antibody terhadap gpIIb/IIIa atau gpIb.
DIAGNOSIS
Diagnosis
ITP ditegakkan jika dijumpai:
1. Gambaran
klinik berupa perdarahan kulit atau mukosa
2. Trombositopenia
3. Sumsum
tulang: megakariosit normal atau meningkat
4. Antibody
antiplatelet (IgG) positif, tetapi bukan suatu keharusan
5. Tidak
ada penyebabkan trombositopenia sekunder.
TERAPI
Terapi
untuk ITP terdiri atas:
1. Terapi
untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan trombosit
a. Terapi
kortikossteroid
i.
Untuk menekan aktivitas mononuclear
phagocyte (makrofag) sehingga mengurangi destruksi trombosit.
ii.
Mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit
iii.
Menekan sintesis antibodi
Preparat yang diberi: prednisone 60-80
mg/hari kemudian turunkan perlahan-lahan, untuk mencapai dosis pemeliharaan.
Dosis pemeliharaan sebaiknya kurang dari 15 mg/hari. Sekitar 80% kasus
mengalami remisi setelah terapi steroid.
b. Jika
dalam 3 bulan tidak member respons pada kortikosteroid (thrombosit <30x109/I)
atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka diperlukan:
i.
Splenektomi sebagian besar member
respons baik
ii.
Obat-obat imunosupresif lain:
vincristine, cyclophosphamide atau azathioprim.
2. Terapi
suportif, terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia
a. Pemberian
androgen (danazol)
b. Pemberian
high dose immunoglobulin untuk menekan fungsi makrofag.
c. Transfuse
konsentrat trombosit hanya dipertimbangkan pada penderita dengan resiko
perdarahan major.
GANGGUAN FAAL TROMBOSIT
= TROMBOSITOPENI
Pada gangguan faal
trombosit maka jumlah trombosit normal, tetapi trombosit tidak berfungsi dengan
baik. Kelainan ini dapat dibagi menjadi:
1. Trombopati
Herediter terdiri atas:
a.
Platelet pool storage disease
Disini
dijumpai gangguan pelepasan ADP dari “dense alpha granules” sehingga
menimbulkan gangguan agregasi trombosit.
b.
Thromboasthenia Glanzman
Pada
kelainan ini terdapat gangguan reseptor GP IIb-IIa pada permukaan trombosit
sehingga tidak terjadi agregasi trombosit. Penyakit ini diturunkan secara
autosomal resesif.
c.
Sindrom Bernard-Soulier
Timbul
akibat gangguan reseptor Gp Ib sehingga tidak terjadi adhesi dengan vWF, dan
jaringan ikat subendoil, akibatnya tidak terjadi adhesi trombosit. Bentuk
trombosit lebih dari normal. Kelainan ini diturunkan secara autosomal
resentsif.
d. Penyakit
von Willebrand
Di
sini tidak terbentuk vWF (factor von Willebrand) sehingga tidak terjadi adhesi
platelet karena vWF berfungsi menghubungkan kolagen dengan Gp Ib dan GP IIIa
dan berkurang-nya F.VIIIC dalam darah). Penyakit von Willebrand merupakan
gabungan trombopati dengan kelainan koagulasi.
2. Bentuk
didapat (acquired thrombopathy) terdiri atas:
a. Akibat
terapi aspirin yang mengakibatkan gangguan sintesis thromboxane A2 sehingga
mencegah agregasi trombosi,
b. Hiperglobulinemia,
seperti mencegah pada myeloma multiple dan makroglobulinemia Waldenstrom,
dimana para protein akan menyelimuti trombosit yang akan mengganggu faal
trombosit,
c. Kelainan
mieloproliferatif,
d. Gagal
ginjal kronik(uremia),
e. Penyakit
hati menahun.
PENYAKIT VON
WILLEBRAND=VON WILLEBRAND’S DISEASE (VWD)
Penyakit von Willebrand
timbul karena sintesis vWF menurun, di mana fungsi factor von Willebrand (vWF)
adalah:
1. Menunjang
adhesi trombosit pada matrik subendotil karena vWF memperantai ikatan GpIIb dan
GpIIa pada permukaan trombosit dan jaringan kolagen.
2. Sebagian
karier protein dari F VIIIC dalam darah
Gangguan
struktur atau sintesis vWF mengakibatkan :
a. Gangguan
adhesi trombosit
b. Menurunnya
aktivitas EVIIIC dalam plasma
KLASIFIKASI vWD
vWD dapat digolongkan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Type
I penurunan sintesis vWF,
2. Type
II a-gangguan sintesis multimer vWF besar dan sedang
II b-pembentukan multimer vWF besar yang abnormal sehingga cepat
dikeluarkan dari darah,
3. Type
III-sintesis vWF sama sekali tidak ada.
MANIFESTASI KLINIK
Di Negara Barat vWD
relative sering dijumpai, diperkirakan mengenai 1% penduduk dunia, tetapi di
Indonesia belum banyak dilaporkan. Penyakit ini diturunkan secara atosomal
dominan. Manifestasi kliniknya adalah perdarahan sedang, epistaksis sejak
kecil, menorrhagi, perdarahan dari luka, ekstraksi gigi, atau postoperasi,
perdarahan besar, hematom, tetapi perdarahan sendi jarang dijumpai.
KELAINAN LABORATORIUM
Pada vWD kelainan
laboratorium dapat dijumpai dalam bentuk,seperti:
1.
Waktu perdarahan memanjang.
2.
APTT sedikit meningkat.
3.
Ristocetin induced platelet aggregation
test negative , kecuali pada type IIb
4.
Elektroforesis: vWF menurun pada tipe I
atau nol pada tipe III
5.
Imunoelektroforesis: multimer besar
sedang meningkat pada IIb.
TERAPI
Pengobatan untuk vWD
adalah:
1.
Infus Desmopressin (DDAVP) yang dapat
melepaskan vWF dari cadangan dalam endotil.
2.
Terapi ganti dengan “single donor
cryoprecipitate”, jangan memakai EVIII concentrate.
3.
Dapat juga diberikan epsilon
aminocaproic acid atau asam traneksamat
Diagnosis Diferensial
dengan Hemofili
Penyakit von Willebrand
harus dibedakan dengan hemophilia A atau B, Dimana pada vWD:
1.
Waktu perdarahan memanjang
2.
Ristocetin test negative
3.
Kadar vWF menurun
C.
Diathesis hemorrhagic karena kelainan
koagulasi
·
HEMOFILI
A dan B
Hemofili
A dan B merupakan gangguan faal
koagulasi herediter yang paling sering dijumpai disamping penyakit von
Willebrand. Insiden penyakit ini adalah 1-2 per 10.000 penduduk/tahun. Hemofili
A merupakan 85%, sedangkan hemofili B merupakan 15% kasus hemofili.
PATOGENESIS
Dasar
pathogenesis, yaitu:
1. Hemofilia
A disebabkan oleh defesiensi F.VIII
clotting activity (F.VIIIC) dapat karena sintesis menurun atau pembentukan
F.AIII. C dengan stuktur abnormal.
2. Hemophilia
B disebabkan karena defesiensi F.IX .
F.VIII diperlukan dalam pembentukan tenase complex
yang akan mengaktifkan F X. Defisiensi F VIII mengganggu jalur intrinsic
sehingga menyebabkan berkurangnya pembentukan fibrin. Akibatnya terjadlah
gangguan koagulasi. Hemofili diturunkan secara sex-linked recessive. Lebih dari
30% kasus hemofili tidak disertai riwayat keluarga, mutasi timbul secara
spontan.
DERAJAT
PENYAKIT
Derajat
penyakit hemofili ditentukan oleh kadar factor VIII atau factor IX dalam darah:
1. Berat
(severe: aktivitas F.VIII/F.IX <1%
normal akan timbul gejla klinik berat;
2. Sedang
(moderate): aktivitas F.VIII/F.IX antara 1-5%;
3. Ringan
(mild): aktivitas F.VIII/F.IX antara 5-30%.
GEJALA
KLINIK
Gejala
kilinik hemofili A dan hemofili B tidak dapat dibedakan. Hemofili dijumpai pada
anak laki-laki, sedangkan anak wanita sebagian besr sebagai karier. Gejla
klinik dapat ditimbulkan berupa:
1. Perdarahan sejak kecil: perdarahan saat
sirkumsisi, pencabutan gigi, atau luka postrauma;
2. Perdarhan
spontan sering terjadi terutama perdarhan sendi (haemarthros). Perdarahan
sending berulang-ulang menyebabkan kerusakan sendi (anklylose) dan gangguan
berjalan. Perdarhan otot dan hematoma juga sering terjadi.
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
Pemeriksaan
Laboratorium untuk kasus hemofili adalah:
1. Tes
Penyaring
APTT memanjang, sedangkan waktu
perdarahan, PPT dan waktu thrombin normal.
APTT dapat tidak menajang (normal) pada kasus hemofili ringan
Ø Tes
konfirmatif terdiri atas :
a. Pengukuran
kuantitatif F.VII dan F.IX
b. Jika
F.VIII defesiensi maka dilanjtukan dengan pemeriksaan factor von Willebrand
Ø Pemeriksaan
pada karier wanita juga menunjukan F.VIIC menurun (50%)
Diagnosis
deferensial
Diagnosis banding perlu dilakukan untuk
membedakan hemofili A , hemofili B dan penyakit von Willebrand, seperti
terlihat pada tabel berikut :
Hemofili A
|
Hemofili B
|
Penyakit von
Willebrand
|
|
1.
inheritance
|
Sex linked
|
Sex linked
|
Autosomal
dominan (inkomplit)
|
2.
tempat perdarahan
|
Otot, sendi
|
Otot, sendi
|
Mukosa ,luka
kulit
|
3.
bleeding time
|
normal
|
normal
|
Memanjang
|
4.
PPT
|
Normal
|
normal
|
Memanjang
|
5.
APTT
|
memanjang
|
memanjang
|
Memanjang
|
6.
F.VIIIC
|
rendah
|
normal
|
Normal
|
7.
F.VIII:AG (vWF)
|
normal
|
normal
|
Rendah
|
8.
F.IX
|
normal
|
rendah
|
Normal
|
9.
Tes ristosetin
|
normal
|
normal
|
Negatif
|
Pengobatan
Pada prinsipnya pengobatan hemofili
bersifat multidisiplin, dilakukan oleh ahli klinik (pediatric atau interna),
patologi klinik, ahli rehabilitasi medic, ortopedik dan ahli psikologi.
Modalitas terapi terdiri atas :
1. Pemberian
F. VIII untuk hemofili A dan F. IX untuk hemofili B selama hidup
2. Pencegahan
kecacatan dengan pendidikan kesehatan
3. Rehabilitasi
bila terjadi kerusakan sendi
Untuk terapi, preparat yang dapat
dipakai adalah :
1. Cryoprecipitace
mengandung F.VII, vWF, fibrinogen, F.XIII
2.
Lyophilized F.VIII komersial – dibuat
dari pool donor (2000 – 5000 orang) bahaya penularan hepatitis dan HIV AIDS
3.
Lyophilized F.XI – prothombin complex
concentrate mengandung semua semua vitamin K – dependent factors
Pemberian Desmopresin
(DDAVP)
Pada hemofili ringan ,
DDAV dapat mengeluarkan cadangan V.IIIR:AG (factor von Willebrand) untuk mnegurangi
kebutuhan F.VIII. Perawatan dan rehabilitasi diberikan berupa berikut :
1.
Perwatan sendi untuk mencegah terjadinya
ankilosis
2.
Perawtan gigi
3.
Pendidikan kesehatan untuk menghindari
trauma seminimal mungkin, serta hindari penberian injeksi inraseluler
4.
Hindari pemberian aspirin
·
Gangguan koagulasi didapat (acquired
coagulation disorders)
Yang termasuk kelompok ini adalah :
1. Defisiensi
vitamin K
2. Gangguan
perdarahan penyakit hati
3. Disseminated
intravascular coagulation (DIC)
4. Kelainan
akibat timbulnya antibody terhadap factor pembeku
Defisiensi
vitamin K
Kekurangan vitamin K akan mengganggu
vitamin K – dependent factors : prothombin, F.VII, F.XI dan F. X sehingga
menyebabkan gangguan pada kasdase koagulasi, terutama pada extrinsic pathway
dan common pathway. Penyebab defisiensi vitamin K yaitu :
1. Penyediaan
vitamin K tidak adekuat
·
Penderita dengan nutrisi tidak adekuat
·
Penderita memakai antibiotika jangka
panjang sehingga membunuh flora normal
2. Absorbsi
terganggu
·
Ikterus obstrukiva
·
Kelainan usus dengan steatorrhea
3. Fungsi
vitamin K dihambat oleh antikoagulan
Kelainan laboratorium
Pada defisiensi vitamin
K dijumpai gangguan fungsi protombin, F.VII, F.XI dan F.X sehingga
memberikan manisfestasi
laboratorik berupa :
1. PPT
memanjang
2. APTT
normal
3. Prothombin
time normal
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan jika ada kecurigaan
klinik, lakukan pemeriksaan PPT kemudian beri 25 mg vitamin K subkutan.
Dilakukan pemeriksaan ulang PPt setelah 24 jam. Jika PPT mendekati normal maka
diagnosis defisiensi vitamin K dapat dibuat.
Terapi
Jika terdapat perdarahan yang
membahayakan maka berikan 25 mg vitamin K1 intravena perlahan – perlahan. Juga
diberika transfuse plasma segar atau fresh frozen plasma.
0 komentar:
Posting Komentar