BAB I
PENDAHULUAN
Hemostasis
adalah proses dimana darah daalm sistem sirkulasi tergantung dari kontribusi
dan interaksi dari 5 faktor, yaitu : dinding pembulu darah, trombosit, faktor koagulasi, sistem fibrinolisis dan inhibitor.
Hemostasis bertujuan untuk menjaga agar darah tetap cair didalam arteri dan
vena, mencegah kehilangan darah karena
luka, memperbaiki aliran darah selama proses penyembuhan luka.
Koagulasi(pembekuan) yang merupakan salah satu proses hemostasis terpenting tetapi untuk tetap mengalir, darah harus cair. Oleh karena itu, dalam keadaaan fisiologis, disamping mekanisme koagulasi juga ada sesuatu mekanisme lain dengan efek antagonis yang bertujuan untuk mengimbangi mekanisme koagulasi dan memelihara agar darah tetap cair, salah satu diantaranya adalah proses fibrinolisis.
Koagulasi(pembekuan) yang merupakan salah satu proses hemostasis terpenting tetapi untuk tetap mengalir, darah harus cair. Oleh karena itu, dalam keadaaan fisiologis, disamping mekanisme koagulasi juga ada sesuatu mekanisme lain dengan efek antagonis yang bertujuan untuk mengimbangi mekanisme koagulasi dan memelihara agar darah tetap cair, salah satu diantaranya adalah proses fibrinolisis.
Dengan adanya
mekanisme fibrinolisis bekuan yang terjadi dapat dibatasi dan pembuluh
darah yang tersumbat dapat dialiri darah
kembali.
PEMBAHASAN
I.
DEFINISI
FIBRINOLISIS
Fibrinolisis
adalah proses penghancuran deposit fibrin oleh system fibrinolotik sehingga
aliran darah akan terbuka kembali. Sistem fibrinolitik merupakan system enzim
multikomponen yang menghasilkan pembentukan enzim aktif plasmin. Plasmin
menyebabkan degradasi fibrin, meningkatkan jumlah produk degradasi fibrin yang
terlarut.
i.
Sistem fibrinolitik terdiri dari tiga
komponen utama yaitu
a.
Plasminogen
b.
Aktivator plasminogen
c.
Inhibitor plasmin.
ii.
Aktivasi plasminogen terjadi melalui 3
jalur yang berbeda yaitu:
a.
Jalur instrinsik
Jalur
instrinsik melibatkan F.XII, prekalikrein dan HMWK. Aktivasi F.XII menjadi
F.XIIa yang akan mengubah prekalikrein menjadi kalikrein dengan adanya HMWK.
Kaalikrein yang terbentuk akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin, juga
mengubah F.XII menjadi F.XIIa.
b.
Jalur ekstrinsik
Pada
jalur ekstrinsik aktivator yang terdapat di dalam jaringan atau endotel
pembuluh darah akan dilepaskan ke dalam darah bila terdapat amin vasoaktif dan
protein C.
c.
Jalur eksogen
Aktivator
eksogen contohnya adalah urokinase yang dibentuk ginjal dan dieksresi bersama
urin, dan streptokinase yang merupakan produk streptokokus beta hemolitikus.
II.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
FIBRINOLISIS
1.
Usia
Proses
fibrinolisis pada anak dan dewasa lebih cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari factor pembekuan darah.
2.
Merokok
Merokok
dapat menaikkan fibrinogen darah, menambah agregasi trombosit, menaikkan
hematokrit dan viskositas darah.
3.
Aktivitas fisik
Pengaruh aktivitas fisik terhadap
keseimbangan hemostasis pertama kali diamati oleh John Hunter pada tahun 1794
dimana ia menemukan darah hewan yang tidak membeku setelah lari jarak jauh. 150
tahun kemudian dilakukan penelitian ilmiah oleh Bigss dkk pada tahun 1947
dimana ditemukan bahwa latihan fisik memacu aktivitas fibrinolisis darah.
Darah akan mengalami hiperkoagulasi
(lebih encer) setelah seseorang mengadakan aktivitas fisik. Ini disebabkan
peningkatan aktivitas 2 faktor yang dapat membuat darah lebih encer yaitu :
koagulan factor VIII dan APTT (
activated Partial Prothrombin Time). Untuk memacu hiperkoagulasi, factor VIII
harus meningkat banyak, sedangkan APTT harus mengalami pemendekan.
III.
MEKANISME FIBRINOLISIS
Seperti kita ketahui sebagian besar
plasminogen terikat pada fibrin dan sebagian lagi terdapat bebas di dalam
plasma. Apabila plasminogen tersebut diaktifkan, akan terbentuk plasmin bebas
dan plasmin yang terikat fibrin. Plasmin bebas akan dinetralkan oleh
antiplasmin. Apabila plasmin bebas terdapat dalam jumlah berlebihan sehingga
melebihi kapasitas antiplasmin, maka plasmin bebas tersebut akan memecah
fibrinogen, F.V dan F.VIII.Plasmin merupakan enzim proteolitik yang akan
memecah fibrin menjadi fragmen-fragmen yang disebut fibrin
degradation product atau FDP. Mula-mula fibrinogen diubah menjadi fragmen X
dengan memindah ikatan C-terminal pada 42 asam amino di rantai ß, yang
selanjutnya terpecah dan membentuk fragmen Y. Fragmen Y akan dipecah oleh
plasmin menjadi fagmen D dan E. dan dua fragmen D inilah yang selanjutnya
dikenal dengan nama D-dimer.D-dimer adalah produk degenerasi fibrin yang
berguna untuk mengetahui abnormalitas pembentukan bekuan darah atau kejadian
trombotik dan untuk menilai adanya pemecahan bekuan atau proses fibrinolitik.
Pada
umumnya FDP merupakan inhibitor pembekuan darah terutama fragmen Y yaitu dengan
cara menghambat kerja trombin dan menghambat polimerisasi fibrin. Selain itu,
FPD juga mengganggu fungsi trombosit. Pada proses selanjutnya FDP akan
dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati dan RES. Dengan cara ini,
fibrinolisis secara enzimatis mengatur pembentukan fibrin sewaktu terbentuk di
tempat pengendapan fibrin. Dalam hal ini, fibrinolisis adalah bagian yang amat
integral pada hemostasis normal. Plasmin memiliki afinitas tinggi terhadap
fibrinogen dan fibrin. Pembentukan plasmin terjadi dari plasminogen protein
plasma inaktif, dan proses ini dipicu oleh activator plasminogen. Activator –
activator ini dapat dirangsang oleh factor Hageman aktif (factor XIIa) dalam
sistem koagulasi, kalikrein, dan activator plasminogen lain yang dibebaskan
oleh berbagai jaringan.
Aktivator plasminogen merupakan enzim
proteolitik, kecuali streptokinase yang akan mengikat plasminogen membentuk
kompleks streptokinase-plasminogen yang mempunyai aktivitas sebagai aktivator
plasminogen. Activator plasminogen jaringan (tPA) mempunyai afinitas tinggi
terhadap fibrin. Suatu activator plasminogen jaringan (tPA) spesifik yang
dibebaskan di tempat kerusakan pembuluh darah mungkin merupakan activator
paling penting, mengubah plasminogen menjadi plasmin di dalam bekuan fibrin di
tempat cedera. Activator ini memiliki afinitas sangat tinggi terhadap fibrin
dan bukan fibrinogen, sehingga pengaktifan fibrinolisis terlokalisasi di dalam
bekuan dan tidak di dalam darah yang bersirkulasi. Plasma normal mengandung 10
sampai 20 mg/dl zat prekusor plasminogen.
Inhibitor plasmin adalah substansi yang
dapat menetralkan plasmin dan disebut sebagai antiplasmin. Bermacam-macan
antiplasmin terdapat didalam plasma, seperti alfa-2 plasmin inhibitor, alfa-2
makroglobulin, alfa-1 antitripsin dan AT. Yang kerjanya paling cepat adalah
alfa-2 plasmin inhibitor.Saat ini telah dikenal inhibitor yang bekerja terhadap
aktivator plasminogen yang disebut plasminogen
activator inhibitor atau PAI, yang diberi nomer urut oleh Internasional Committee on Trombosis and
Haemostasis. PAI-1 atau endothelial
cell-type PAI adalah suatu glikoprotein yang disintesis oleh sel endotel.
Di samping itu PAI-1 juga disintesis oleh kultur sel hati, sel melanoma,
fibroblast paru-paru, sel fibrosarkoma, sel granulose dan sel otot polos.
Di dalam trombosit inhibitor ini juga
ditemukan di dalam granula alfa dan akan dikeluarkan pada proses pelepasan.
PAI-1 bekerja menghambat urokinase dan
t-PA . Kadar PAI-1 yang tinggi dijumpai pada beberapa kedaan seperti trombosit
vena profunda, penyakit jantung koroner dan pasca bedah, sehingga diduga PAI-1
ikut berperan dalam peningkatan risiko trombosis pada keadaan ini. PAI-2
disintesis oleh plasenta dan bereaksi dengan t-PA maupun urokinase. Inhibitor
ini juga ditemukan pada granulosit, monosit dan makrofag. PAI-3 ditemukan dalam
urin dan identik dengan inhibitor terhadap protein C aktif. Inhibitor lain
adalah protease nexin 1 yang ditemukan dalam fibroblast, sel otot jantung dan
epitel ginjal.
IV.
D-DIMER
D-dimer
adalah produk akhir degenerasi cross-linked fibrin oleh aktivitas kerja
plasmin dalam sistem fibrinolitik. Sejak 1990, tes D-dimer digunakan untuk pemeriksaan
trombosis. Hasil pemeriksaan yang positif menunjukkan adanya trombus, namun
tidak dapat menunjukkan lokasi kelainan dan menyingkirkan etiologi-etiologi potensial
lain.
Dalam
proses pembentukan bekuan normal, bekuan fibrin terbentuk pada tahap terakhir
proses koagulasi. Fibrin dihasilkan oleh aktivitas trombin yang memecah fibrinogen
menjadi fibrin
monomer. Fibrinogen adalah glikoprotein dengan formula Aα, Bβ, γ. Terdiri dari
3 pasang rantai polipeptida yang tidak identik dan saling beranyaman yaitu 2
rantai Aα, 2 Bβ, dan 2γ. Molekul fibrinogen adalah dimer yang diikat oleh
ikatan disulfida pada bagian terminal end. Pasangan rantai Aα dan Bβ
memiliki fibinopolipeptida berukuran kecil pada bagian terminal yang disebut
sebagai fibrinopolipeptida A dan B.
Proses
perubahan fibrinogen menjadi fibrin terdiri dari 3 tahap yaitu tahap enzimatik,
polimerisasi dan stabilisasi. Pada tahap enzimatik, 2 molekul fibrinopeptida A dan
2 molekul fibrinopeptida B dipecah dan fibrinogen diubah oleh trombin menjadi monomer
fibrin yang larut. Tahap polimerisasi, fibrinopolipeptida A dilepas yang akan menimbulkan
agregasi side to side disusul dengan pelepasan fibrinopeptida B yang mengadakan
kontak dengan unit-unit monomer dengan lebih kuat dan membentuk bekuan yang
tidak stabil. Tahap selanjutnya adalah stabilisasi dimana ada penambahan trombin,
faktor XIIIa dan ion kalsium (Ca2+) sehingga terbentuk unsoluble fibrin yang
stabil.
Trombin
menyebabkan aktivasi faktor XIII menjadi XIIIa yang berperan sebagai
transamidinase. Faktor XIIIa menyebabkan ikatan silang (cross-linked) fibrin
monomer yang saling berdekatan dengan membentuk ikatan kovalen yang stabil (fibrin
Mesh). Rantai α dan γ berperan dalam pembentukan unsoluble fibrin yang
stabil.
Plasminogen
yang secara normal terdapat dalam plasma akan diserap oleh fibrin. Saat di
dalam fibrin, plasminogen diubah oleh tissue-plasminogen activator (tPA)
menjadi plasmin.
Plasmin
merupakan enzim fibrinolitik utama yang berfungsi memecah fibrinogen dan fibrin
yang menghasilkan bermacam-macam produk degenerasi fibrinogen (Fibrin
Degradation Product / FDP). Jika plasmin melisiskan unsoluble fibrin,
maka akan meningkatkan jumlah produk degradasi fibrin yang terlarut. Fibrin
degradation product (FDP) yang dihasilkan berupa fragmen X, Y, D dan E.
Dua fragmen D dan satu fragmen E akan berikatan dengan kuat membentuk D-dimer.
Pemeriksaan
D-dimer bermanfaat untuk mengetahui pembentukan bekuan darah yang abnormal atau
adanya kejadian trombotik (indirek) dan untuk mengetahui adanya lisis bekuan
atau proses fibrinolitik (direk). Hasil pemeriksaan kadar D-dimer memiliki
nilai sensitifitas dan nilai ramal negatif yang tinggi untuk dua keadaan tersebut.
V.
INDIKASI PEMERIKSAAN KADAR D-DIMER
Pengukuran D-dimer diindikasikan apabila:
1.
Ada dugaan thrombosis vena dalam (deep
vein thrombosis, DVT)
2.
Emboli paru (pulmonary
embolus/embolisme, PE)
3.
Pembekuan intravaskuler menyeluruh
(disseminated intravascular coagulation, DIC)
4.
Arterial tromboemboli
5.
Infark myocard
6.
Gagal ginjal atau gagal hati
VI.
FIBRINOLISIS PRIMER DAN SEKUNDER
Fibrinolisis
sekunder adalah pembentukan fibrin yang diikuti dengan proses penghancuran
fibrin oleh plasmin. Sedangkan Fibrinolisis primer adalah proses penghancuran
fibrinogen oleh plasmin.
Fibrinolisis
primer atau fibrinogenolisis adalah proses penghancuran fibrinogen. Hal ini
merupakan akibat masuknya activator plasminogen ke dalam darah secara
berlebihan sehingga plasmin yang terbentuk melampaui kemampuan antiplasmin
untuk meanetralkannya. Selain menghancurkan fibrinogen, plasmin juga
menghancurkan factor V dan VII. Akibat
proses penghancuran tersebut, maka terjadi penurunan kadar fibrinogen, factor V
dan VII serta peningkatan kadar FDP.
Pada
pemeriksaan laboratorium akan dijumpai aktivitas fibrinolisis sangat meningkat.
Pemeriksaan penyaring yang paling sederhana ialah masa lisis bekuan darah.
Normal bekuan darah akan lisis ada 48 jam. Bila dalam waktu 8 jam atau kurang
telah terjadi lisis berarti ada aktivitas fibrinolisis yang berlebihan.
Pemeriksaan penyaring yang lain ialah masa lisis bekuan euglobulin. Fraksi
euglobulin dalam pasma mengandung plasminogen, activator plasminogen, plasmin
dan fibrinogen. Dalam keadaan normal bekuan euglobulin akan mengalami lisis
setelah 2 jam. Lisis yang sempurna terjadi dalam waktu kurang dari 2 jam
menunjukan adanya aktivitas fibrinolisis juga dapat diperiksa dengan
peningkatan kadar FDP, penurunan aktivitas plasminogen dan antiplasmin serta
adanya kompleks plasmin-antiplasmin. Dalam hal ini tidak akan dijumpai fragmen
D-dimer, sebab yang dipecah oleh plasmin adalah fibrinogen.
Selain
kelainan tersebut diatas akan dijumpai pemanjangan masa thrombin, sedangkan PT
dan APTT tidak selalu memanjang. Penurunan
jumlah trombosit tidak dijumpai kecuali terdapat keadaan lain yang menyebabkan hal ini. Demikian pula tidak
akan dijumpai adanya penurunan aktivitas AT, tidak dijmpai adanya
fibrinopeptida A dan tesparakoagulasi hasilnya negative. Juga tidak dijumpai adanya
sel burr dan fragmentosit pada sediaan hapus darah tepi karena tidak ada
mikrotrombi.
VII.
PENGUKURAN D-DIMER
Prinsip pemeriksaan D-dimer adalah dengan menggunakan antibody monoklonal
yang mengenali epitop pada fragmen D-dimer. Ada beberapa metode pemeriksaan
yaitu Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA), Latex Agglutination (LA)
dan Whole Blood Agglutination (WBA).
Metode ELISA dianjurkan untuk dipakai sebagai baku emas
pemeriksaan. Sensitivitas dan nilai ramal negatif untuk D-dimer berkisar 90 %.57
Antibodi dengan afinitas tinggi terhadap D-dimer dilapiskan pada suatu dinding
atau microliter well dan mengikat protein dalam plasma. Antibodi kedua
ditambahkan dan jumlah substansi berlabel yang terikat secara langsung sepadan
dengan D-dimer yang diukur. Tes rapid ELISA menunjukan sensitivitas
mirip metode ELISA konvensional.30,57
Metode Latex agglutination menggunakan antibodi yang
dilapiskan pada partikel latex. Aglutinasi secara makroskopik terlihat bila ada
peningkatan D-dimer dalam plasma. Cara ini kurang sensitif untuk uji saring.30 Latex
agglutination yang dimodifikasi dengan menggunakan analyzer automatik dapat
dipakai untuk mengukur Ddimer secara kuantitatif dengan menilai sensitivitas 98
– 100 %.56 Contohnya adalah Latex enhanced turbidimetric test. Prinsip
metode ini adalah terbentuknya ikatan kovalen partikel polystyrene pada suatu
antibodi monoklonal terhadap cross-linkage region dari D-dimer. Cross-linkage
tersebut memiliki struktur stereosimetrik. Reaksi aglutinasi yang
terjadi dideteksi dengan menggunakan turbidimetri. Hasil metode ini sebanding
metode ELISA konvensional.
Bahan
Pemeriksaan D-dimer
Sampel darah vena yang
dimasukan ke dalam vacutainer plastik berkapasitas volume 2,7 mL yang
mengandung sodium citras dengan kadar 0,109 M (9:1). Dikirim ke laboratorium
tanpa perlakuan khusus. Sampel disentifugasi untuk mendapatkan supernatan untuk
dilakukan pemeriksaan kadar D-dimer. Supernatan dapat disimpan pada suhu -20 0C
yang stabil sampai 1 bulan.
Interpretasi hasil tes D-dimer
Hasil pemeriksaan kadar D-dimer secara
kuantitatif dinyatakan dalam satuan μg/L. Nilai cut off D-dimer dengan
metode latex agglutination adalah 500 μg/L. Kadar D-dimer yang lebih
dari nilai normal rujukan menunjukkan adanya produk degradasi fibrin dalam
kadar yang tinggi; mempunyai arti adanya pembentukan dan pemecahan trombus
dalam tubuh. Kadar D-dimer yang normal dapat digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding gangguan pembekuan darah sebagai penyebab dari gejala klinik
yang ada.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Fibrinolisis
adalah proses penghancuran deposit fibrin oleh system fibrinolotik sehingga
aliran darah akan terbuka kembali. Sistem
fibrinolitik merupakan system enzim multikomponen yang menghasilkan
pembentukan enzim aktif plasmin.
Macam – macam
fibrinolisis yaitu :
·
Fibrinolisis sekunder adalah pembentukan
fibrin yang diikuti dengan proses penghancuran fibrin oleh plasmin.
·
Fibrinolisis primer adalah proses penghancuran fibrinogen oleh
plasmin.
Ada sejumlah
faktor yang dapat mempengaruhi fibrinolisis yaitu : usia, merokok, dan
aktifitas fisik. Pada sistem fibrinolisis, komponen yang berperan terdiri dari
: plasminogen, aktivator plasminogen, dan inhibitor plasminogen.
Pemeriksaan
D-dimer bermanfaat untuk mengetahui pembentukan bekuan darah yang abnormal atau
adanya kejadian trombotik (indirek) dan untuk mengetahui adanya lisis bekuan
atau proses fibrinolitik (direk). Hasil pemeriksaan kadar D-dimer memiliki
nilai sensitifitas dan nilai ramal negatif yang tinggi untuk dua keadaan
tersebut.
INDIKASI
PEMERIKSAAN KADAR D-DIMER
Pengukuran
D-dimer diindikasikan apabila:
1.
Ada dugaan thrombosis vena dalam (deep
vein thrombosis, DVT)
2.
Emboli paru (pulmonary embolus/embolisme,
PE)
3.
Pembekuan intravaskuler menyeluruh
(disseminated intravascular coagulation, DIC)
4.
Arterial tromboemboli
5.
Infark myocard
6.
Gagal ginjal atau gagal hati
Daftar pustaka
Fischbach frances , Marshall B.Dunning III. 2009. A Manual of Laboratory and Diagnostic Test.
US : The Point.
Raharju Ningsih
1 komentar:
thanks yach,,, blok-x membantu bnget
Posting Komentar